Rudy membersihkan kotoran yang melekat di sekujur badannya dengan dedaunan pohon di pinggir jalan. Bajunya yang putih semakin memperlihatkan warna kotoran itu"..Uch...masih bau ..." keluhnya
"Ngomong apa nanti ama Ningsih...." bathinnya
"Dasar bajaj sableng.."
Rudy bergegas kembali, melupakan kotornya pakaian. Tujuannya hanya satu, melihat senyum Ningsih di pagi hari.
Tepat di ujung gang dia berhenti. Hatinya ragu. Apakah layak dirinya bertemu seorang pelacur..? Apakah memang gadis sudah tidak ada lagi di dunia ini? Pergulatan pikiran memaksanya berhenti sejenak. Melanjutkan atau kembali pulang.
"Ach, aku toch bukan manusia suci....aku juga bukan seorang perjaka lagie...lagi pula dia berbuat itu untuk anak dan ibunya....." bahtin Rudy
Dengan langkah pasti dia menepi dan menuju rumah kecil berwarna biru muda. Rumah tua tak berpagar dan banyak dihiasi tamanan.
"Permisi...." Teriaknya. Jantungnya berdegup mulai tak beraturan
"Permisi....Ningsih..." Degup jantungnya semakin kencang
"Spada..Permisi....Ningsihh" teriaknya berulang ulang
"Maaf Pak, Ningsih gak mesen sepeda....dia biasa naik bajaj" sahut suara dari dalam