Randall Collins memulai perjalannya menjadi sosiolog sejak diusia muda. Ia lahir dari lingkungan militer pada 29 Juli 1941. Ayahnya merupakan seorang intelijen militer pada akhir Perang Dunia II dan kemudian bergabung dengan Departemen Negara sebagai perwira yang bertugas di luar negeri. Pengalaman awal Collins adalah saat dirinya tiba di Berlin dengan ayah dan keluarganya pada tahun 1945 disaat musim panas.Â
Pada kala itu Collins dan adiknya ingin bermain main disekitar taman, namun ayahnya melarang karena  di taman tersebut ditanam ranjau darat milik serdadu Rusia. Suatu hari serdadu Rusia datang ke belakang rumah Collins kemudian menggali kuburan korban perang. Dari kejadian-kejadian yang dialami Collins selama berada di Berlin, Collins berpikiran bahwa konflik akan selalu memiliki kemungkinan untuk terjadi.
Randall Collins pernah singgah dibeberapa negara seperti Moskow, Jerman, dan Amerika Selatan dikarenakan ayahnya sering bertugas diluar negeri. Untuk menemani perjalanan ayahnya ke luar negeri selanjutnya, Collins melanjutkan sekolahnya di New England. Di lingkungannya yang baru ia belajar banyak hal, diantaranya tentang realitas sosiologis. Â
Realitas sosiologi yang ia temui yakni mengenai stratifikasi sosial. Collins kemudian melihat kelas sosial ayahnya tidak sama dengan Duta Besar dan Menteri Muda yang anak-anaknya terkadang ditemui oleh Collinns. Dari sinilah Collins menyadari bahwa perbedaan kelas kelas sosial  itu nyata adanya.
Kemudian Collins melanjutkan studinya di Harvard, disana ia sempat berganti jurusan kuliahnya sebanyak 6 kali. Pada akhirnya Collins menjatuhkan pilihannya dijurusan Hubungan Sosial yang mencakup keilmuan Sosiologi, Psikologi Sosial dan Antropologi. Collins Mengikuti kuliah-kuliah Talcott Parsons meliputi bidang kajian yang sangat luas, mulai dari analisis tingkat mikro ke makro dan akhirnya menjelaskan sejarah dunia. Hal yang diingat oleh Collins saat mengikuti kuliah Parsons adalah gagasan mengenai apa saja yang harus dipelajari oleh sosiologi.
Penulis mengenal teori konflik Randall Collins dari buku Teori Sosiologi Modern (2004) dan Teori-Teori Sosial Dalam Tiga Paradigma (2012). Penulis menggunakan dua sumber rujukan guna memperkaya referensi dalam menulis.Â
Buku ini menjelaskan teori Randall Collins tentang konflik. Teori  konflik milik Randall Collins lebih terfokus pada level mikro. Randall Collins berpendapat bahwa konflik dapat  mendorong adanya perubahan dan pembangunan. Teori konflik menurut Collins memiliki point penting yakni teori ini tidak  menganalisaa cita-cita dan moral  sebagai kesucian selama memberikan hasil  dari analisis sosiologi.Â
Collins juga mengatakan bahwa konflik memiliki 3 fungsi, yaitu : (1) alat untuk menjaga solidaritas (2) menciptakan koneksi dengan kelompok lain (3) menghidupkan peran individu.Â
Situasi konflik golongan yang terlibat terkhusus konflik golongan yang dikuasai melakukan tindakan-tindakan untuk melakukan perubahan dalam struktur sosial. Konflik yang terjadi secara hebat, maka akibat yang akan ditimbulkan menyebabkan perubahan yang bersifat fundamental. Demikian pula, apabila konflik yang terjadi disertai dengan kekerasan maka perubahan yang terjadi akan semaki cepat.
Randall Collins pada teori ini lebih menyambungkan antara konflik dan organisasi. Pendekatan konflik milik Collins terbagi menjadi tiga, yakni pertama individu memiliki kuasa untuk membangun dan mengambangkan dunianya  sendiri.Â
Kedua, peranan orang lain dapat mengendalikan pengalaman subjektif seseorang. Ketiga, individu memiliki  kecenderungan untuk mengendalikan orang lain yang melawan mereka. Â
Collins memiliki pandangan bahwa perselisihan relatif jarang terjadi, hanya saja aksi yang dilakukan untuk memisahkan hubungan organisasi. Collins mengatakan bahwa teori konflik sama sekali tidak meninggalkan teori solidaritas sosial, cita-cita sosial, sentimen sosial, dan juga perasaan. Collins memiliki pandangan jika kekuasaan atau otoritas merupakan sifat dari suatu proses interaksional, bukan merupakan sifat dari kepribadian individu.
Dalam pemahaman penulis karena Collins melihat suatu konflik  tidak secara umum (makro) namun ia melihat  konflik dengan cakupan yang sempit dan mengerucut (mikro).Â
Menurut pandangan penulis, stratifikasi tercipta dari adanya interksi yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Interaksi sosial yang dilakukan oleh individu berkaitan dengan adanya kepentingan, kekuasaan, kekayaan, status sosial, yang masing-masing ingin dicapai oleh individu dalam organisasi sosial. Konflik sosial itu ada antar individu dalam organisasi, yaitu adanya perebutan kepentingan dan juga adanya paksaan dari yang berkuasa pada saat itu dan berkuasa atas yang dikuasi.Â
Seseorang yang berada dalam kelas strata sosial yang tinggi akan cenderung menguasai kelas yang rendah dan bersikap otoriter. Sikap tidak terima atas kebijakan yang dibuat pun terkadang muncul dari kalangan kaum strata sosial yang tidak memiliki otoriter, atau istilah lainnya kaum kelas sosial rendah. Kaum kelas sosial tinggi cenderung membuat kebijakan yang menguntungkan dirinya,  karena sikap yang dilakukannya itu  dengan tendensi untuk mempertahankan kekuasaannya. Â
Hal tersebutlah yang membuat terjadinya konflik dalam stratifikasi sosial yang melihat tingkatan status kelas sosial yang disadang oleh setiap individu. Menurut pandangan penulis, konflik tidak dapat terhindarkan dan pasti terjadi karena dalam diri setiap individu memiliki ego emosional masing masing yang memiliki kecenderungan untuk mencapai posisi tertinggi.
Dalam praktik kehidupan sehari-hari pemikiran Collins dapat direfleksikan di dalam suatu organisasi partai politik.  Para anggota partai politik akan memperebutkan posisi tertinggi kekuasaan  yang menjadi tujuannya. Seseorang yang  meduduki posisi tertinggi dalam sebuah organisasi akan bersikap otoriter kepada para anggota lain yang posisinya ada dibawahnya.Â
Seseorang yang memiliki kelas sosial yang rendah di dalam organisasi partai politik tersebut akan saling berebut posisi strategis, posisi yang sangat diinginkan banyak orang. Tak jarang sesama teman saling ingin menjatuhkan demi memperebutkan kekuasaan tertinggi itu. Konflik pun sering terjadi dengan adanya pertentangan yang dilandasi sifat egoisme masing-masing individu.
Referensi : Collins, R. Teori Sosiologi Modern (2004) dan Collins, R.  Teori-Teori Sosial Dalam Tiga Paradigma (2012).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H