Mohon tunggu...
Elga Lutfiana Wanti
Elga Lutfiana Wanti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Puisi, Review, Cerpen dan Konten lainnya

Perempuan yang selalu dalam naungan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Percakapan Abimanyu & Baskoro - II

24 Mei 2022   11:51 Diperbarui: 24 Mei 2022   11:57 297
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Abimanyu dan Baskoro akan mengunjungi Perpustakaan Nasional untuk pertama kalinya, mereka terlihat antusias karena Perpustakaan Nasional salah satu tempat yang Baskoro ingin kunjungi.

"Nyu, sudah tak sabar aku" bisik Baskoro sembari memantul-mantulkan kakinya,padahal saat ini masih belum diperbolehkan untuk berbicara di KRL.

"Stt, nanti saja bicaranya. Hentikan itu Baskoro, kau mengganggu orang yang disebelahmu kalau kakimu memantul-mantul"

Baskoro menuruti perkataan sahabatnya itu, ia kembali tenang dan menanti dengan sabar KRL berhenti di stasiun tujuan. KRL mulai penuh dengan penumpang, Abimanyu dan Baskoro menatap satu-satu penumpang, melihat apakah ada penumpang prioritas yang perlu tempat untuk duduk. 

Baskoro melihat perempuan muda dengan bross ditasnya, bross itu bertuliskan "Ibu Hamil". Baskoro buru-buru bangkit sambil mengamit baju perempuan muda itu dan berkata "Mbak, duduk di sini saja" perempuan itu mengiyakan dan menggumamkan kata terima kasih. 

Abimanyu senang melihat Baskoro yang peka terhadap sekitarnya, dahulu Baskoro sering acuh tak acuh dengan sekitarnya, hal yang bagus melihat Baskoro mulai berubah dari kebiasaan lamanya.

Setelah tiba di stasiun tujuan, mereka segera mencari Busway menuju Perpustakaan Nasional. Baskoro terdiam sepanjang perjalanan, ia melihat keluar Busway dan termenung. Abimanyu terheran-heran melihat Baskoro yang duduk diam seperti itu.

"Heh, kenapa kau Koro?" Abimanyu berkata pada Baskoro yang tetap diam menatap keluar jendela. "Heh, kesurupan kau ya" Abimanyu mengganggunya. Akhirnya Baskoro menatap Abimanyu, matanya kosong, melihat sahabatnya aneh seperti itu Abimanyu menjambak rambut Baskoro.

"Apa sih?" Jawab Baskoro sewot, tidak terima rambutnya dijambak sembarangan oleh Abimanyu. Yang diteriaki cuma cengengesan, lalu dengan santai berkata.

"Ya aku takut kau kesurupan, apa yang mengganggu pikiranmu?"

"Ini Jakarta, Jakarta ternyata bagus ya? Jakarta dalam ingatanku itu gang sempit, got mampet, pengamen, waria, kemiskinan, banjir besar. Setelah pindah Ke Tangerang, aku tinggal di Komplek, aku tak lagi melihat Jakarta untuk waktu yang lama. Melihat wajah Jakarta yang asri dan rapi seperti ini aku jadi terkesima, seolah Jakarta memang seramah ini sejak dahulu."

"Begitu ya, yang kita kunjungi kan daerah pusat pemerintahannya. Tentu elok dipandang, coba kalau daerah pusat pemerintahannya kumuh, malu kita kalau menerima kunjungan dari negara luar, Koro."

"Begitu ya, berapa banyak anggaran yang harus digelontorkan untuk membuat seluruh Indonesia elok macam Jakarta ya? Aku bertanya-tanya, apakah bisa kita merekonstruksi ulang daerah-daerah yang terlalu padat? diatur ulang biar tertata."

"Banyaknya anggaran aku tidak tau, mungkin saja merekonstruksi daerah-daerah tertentu. Tapi tentu akan memakan waktu, belum lagi kalau ada golongan yang tidak setuju."

"Pusing juga, paling tidak aku ingin sanitasinya ditata ulang. Rumahku yang dahulu, gotnya bau sekali. Padahal sudah rajin kerja bakti, entah kenapa masih berbau."

"Yah, kau bisa melakukan itu kalau kau banyak uang, Koro"

"Ayo kita ngepet, lalu uangnya dipakai untuk membangun negeri"

"Jangan bangun negeri dengan uang tidak halal, tak berkah"

Sesampainya di Perpustakaan Nasional, Baskoro dan Abimanyu mengikuti protokol kesehatan dengan tertib. Sesampainya dihalaman Perpustakaan Nasional, Abimanyu berkata. "Aku suka kau mempunyai keinginan untuk membangun negeri, kau memiliki semangat untuk berguna bagi sesama. Saat ini kita masih belum bisa melakukan hal itu, tapi ada hal yang bisa kita lakukan dari sekarang."

Baskoro terdiam, menanti Abimanyu melanjutkan, yang ditunggu berbicara malah melihat buku yang ada di etalase kaca. "Heh, lanjutkan". Abimanyu terkejut, ia terkekeh pelan dan melanjutkan. "Kita bisa melakukan hal-hal kecil yang bisa berdampak besar dalam jangka panjang, seperti memelihara lingkungan kita, tidak membuang sampah sembarangan, menanam pohon agar lingkungan menjadi asri, memilah sampah dan mendaur ulangnya, masih banyak kegiatan yang bisa kita lakukan untuk membangun negeri. Bisa dimulai dengan menjadi warga negara yang baik. Semua bermula dari diri sendiri, Koro. Akan percuma jika kita bersikeras melakukan perubahan tapi tanpa dukungan kan? Jadi lakukan saja apapun yang kau bisa saat ini, mengajak orang lain untuk melakukan hal yang sama. Seperti bibit bunga Adenium yang akan terbawa angin dan tumbuh ditempat ia berhenti, kita terbang dan mekar dimana-mana"

"Tak salah aku berkawan denganmu, kau pintar. Ayo kita masuk, aku mau lihat buku-buku didalam"

Sudahkah kita menjadi manusia yang bermanfaat untuk sekitar? Aku pun masih bertanya-tanya, apakah aku sudah cukup baik, cukup berguna untuk lingkunganku. Tapi yang aku yakini, perubahan kecil yang kita lakukan, gerakan kecil yang kita jalani terus menerus, kelak akan menggerakan sekitar untuk melakukan hal yang sama. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun