Pemerintah melalui Kementerian Keuangan sampai menjelang tutup tahun 2020 telah merealisasikan pencairan dana santunan kematian kepada 153 nakes dari 507 nakes yang terkonfirmasi meninggal dalam menangani kasus COVID-19 berdasarkan data investigasi langsung yang dilakukan oleh Pusara Digital COVID-19. Sebuah situs yang dibangun khusus untuk mengenang para nakes yang meninggal dalam perjuangannya menangani pasien terinfeksi virus Corona. Dapat diakses di situs https://nakes.laporcovid19.org/.Â
Dana santunan tersebut diserahkan kepada ahli waris sebesar Rp300 juta per orang melalui transfer bank. Keseluruhan anggaran yang sudah dikeluarkan negara untuk santunan kematian nakes adalah 46,2 miliar dari total dana yang disiapkan sebesar Rp 60 triliun. Data terbaru mencatat penyaluran dana santunan kematian sudah diberikan kepada 194 nakes dengan peningkatan jumlah nakes meninggal sampai dengan 9 Januari 2021 adalah 560 orang, masih berdasarkan data dari Pusara Digital COVID-19. Â Ini menjadi angka tertinggi kematian nakes di Asia selama pandemi Covid-19 dan masuk dalam 5 besar kematian nakes di seluruh dunia.
Nakes yang masih berjuang di garda depan menangani pasien COVID-19 juga mendapat insentif sebesar Rp 3,09 triliun atau setara 52,4% dari total anggaran yang disiapkan sebesar Rp 5,90 triliun. Insentif tersebut telah diberikan kepada 485.557 nakes, bersumber dari Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Besaran insentifnya bervariasi antara lain, dokter spesialis Rp15 juta, dokter umum dan gigi Rp10 juta, bidan dan perawat Rp7,5 juta, dan tenaga medis lainnya Rp5 juta.
Negara sepatutnya memberi penghargaan setinggi-tingginya sebagai pahlawan kemanusiaan bagi nakes. Mereka berjuang tanpa lelah terkadang sampai mengorbankan kesehatannya bahkan menukarkan dengan kehidupan mereka sendiri demi menolong masyarakat yang terifeksi COVID-19. Sementara kita semua belum mengetahui sampai kapan pandemi ini akan berakhir, mengingat kasus infeksi yang kian meninggi, bahkan mencapai angka 10 ribu kasus per hari dalam laporan minggu pertama Januari 2021. Belum lagi jika dihadapkan pada isu varian jenis virus COVID-19 dari Inggris yang diprediksi tingkat penularannya lebih tinggi
Masyarakat sendiri masih ada yang meremehkan dan tidak percaya bahwa virus Corona benar-benar nyata. Mereka beranggapan bahwa Covid-19 hanya ramai diberitakan di media, sementara mereka merasa tetap baik-baik saja sehingga mengabaikan prosedur kesehatan. Pemberitaan media tentang kewalahannya fasilitas kesehatan menampung penderita Covid-19 dan jenazah yang harus mengantri untuk dimakamkan tampaknya belum banyak bisa menyadarkan masyarakat. Tak heran pemerintah akan semakin disibukkan dengan terus meningkatnya angka terinfeksi, sementara vaksin masih menjalani proses pengadaan dan pendistribusian. Â
Suara-suara menolakan terhadap vaksin pun merebak, bermunculan dari berbagai sudut perbincangan di masyarakat. Dari pihak nakes sendiri bahkan masih pecah suara antara menerima dan menolak dengan berbagai alasan dan asumsi. Informasi simpang siur semakin menambah kebingungan dan keraguan banyak pihak di tengah kebutuhan darurat untuk mencegah pandemi kian meluas. Â Semua ini bermuara pada kenyataan yang tidak manis bagi nakes. Â
Perjuangan mereka masih belum ada kejelasan akan berakhir di mana dan sampai kapan. Hari ini mereka masih sehat tapi besok atau lusa bisa saja mereka adalah pasien atau jenazah. Corona bisa merenggut mereka dalam sekejap. Kematian nakes itu sendiri harus disadari sebagai kehilangan aset bangsa yang berharga. Tenaga-tenaga profesional yang dibentuk melalui proses pendidikan panjang, sementara bangsa kita saat ini masih mengalami kekurangan nakes.
Keluarga nakes pun tak kalah khawatirnya setiap hari menanti kepulangan anggota keluarganya yang bertugas dengan penuh harapan tetap dalam kondisi sehat dan mereka tidak ikut tertular. Jadi  pemberian insentif dan santunan kematian kepada tenaga kesehatan yang bertugas menangani COVID-19 dilaksanakan oleh pemerintah sebagai bentuk empati dan kepedulian negara kepada nakes, dimana teknis pelaksanannya diatur  melalui Keputusan Menteri Kesehatan.
Keputusan pemerintah memberikan insentif dan santunan kepada tenaga kesehatan yang merawat pasien Covid-19 pada awalnya ditetapkan melalui KMK Nomor HK.01.07/Menkes/278/2020 tentang Pemberian Insentif dan Santunan Kematian bagi Tenaga Kesehatan yang Menangani Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) pada 24 Maret 2020, tetapi dalam pelaksanaannya banyak mengalami kendala teknis terutama dalam proses verifikasi data yang sangat panjang.
Proses yang dimulai dari tingkat daerah dengan diharuskan melengkapi 8 dokumen seperti SK/ Surat Tugas yang menyatakan tenaga kesehatan yang wafat merupakan tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan COVID-19, Â hasil laboratorium atau rapid test yang menyatakan bahwa yang bersangkutan positif COVID-19, Â Surat Keterangan Kematian dari pihak yang berwenang, fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) tenaga kesehatan dan ahli waris serta Kartu Keluarga (KK), surat keterangan ahli waris dari lurah/kepala desa, fotokopi buku rekening bank ahli waris, Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM) yang dibuat oleh pimpinan fasilitas pelayanan Kesehatan atau pimpinan institusi kesehatan dengan dibubuhi materai 6000, serta surat usulan dari pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan atau pimpinan institusi kesehatan ke verifikator secara berjenjang.
Tim verifikator pusat menyampaikan hasil verifikasi kepada Kepala Badan PPSDM Kesehatan. Ini mengakibatkan masa tunggu yang lama dan terkesan rumit sehingga proses pencairannya banyak tertunda. Pemerintah kemudian merivisi lagi melalui Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/Menkes/392/2020 tentang pemberian insentif dan santunan kematian bagi tenaga kesehatan yang menangani Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dengan beberapa perubahan seperti revisi untuk proses verifikasi yang sebelumnya harus sampai tingkat pusat kemudian cukup di tingkat kabupaten kota atau propinsi.
Pemerintah kemudian kembali merivisi melalui Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/Menkes/447/2020 tentang pemberian insentif dan santunan kematian bagi tenaga kesehatan yang menangani Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). Artinya ini KMK ini sudah mengalami 3 kali revisi. Apa daya dalam kenyataan di lapangan sampai saat ini tetap saja masih mengalami keterlambatan.
Hasil penelusuran di lapangan ditemukan berbagai kendala dan masalah yang berkaitan dengan dokumen-dokumen yang harus dilengkapi, sehingga data yang sudah sampai ke Kementerian Keuangan harus dikembalikan lagi ke daerah atau rumah sakit tempat para nakes berasal karena dokumen yang diusulkan tidak sesuai dengan yang dipersyaratkan oleh Kementerian Kesehatan.
Adapun beberapa kendalanya terangkum sebagai berikut : tidak ada lembar verifikasi dari fasilitas pelayanan kesehatan, masih ada yang mengusulkan tenaga non kesehatan, tidak mencatumkan jenis tenaga kesehatan secara terperinci dan berapa nominal yang diusulkan, tidak mencantumkan jumlah pasien yang dirawat, banyak rumah sakit yang tidak memasukan tenaga kesehatan di instalasi gawat darurat triase dan tenaga kesehatan lainnya, tidak mencatumkan nomor rekening dan NPWP fasilitas pelayanan kesehatan yang terkait
Secara implisit tentu dapat dipahami bahwa pemerintah harus menjaga kehati-hatian agar tidak salah sasaran dan tidak terjadi penyimpangan. Pada situasi lain harus dimengerti juga suasana batin dan kesedihan para keluarga nakes yang ditinggalkan, terutama bila yang pergi memiliki peran sebagai pencari nafkah sementara keluarga harus terus melanjutkan hidup. Begitu pula insentif untuk nakes yang tanpa lelah tetap bekerja diantara kehilangan teman sejawat, keluarga dan pertarungan untuk tetap mempertahankan  kesehatan diri mereka sendiri.
Kita sangat memahami bahwa  tidak akan pernah ada harga yang sesuai untuk mengganti sebuah nyawa dan kesehatan, namun respon cepat penyaluran santunan dan insentif dari pemerintah menunjukkan negara  hadir untuk peduli pada apa yang sedang mereka hadapi, menjadi suatu nilai penyemangat untuk tetap terus berjuang, bahwa lelah mereka dihargai, bahwa kehilangan mereka dikenang, jangan sampai ahli waris yang ditinggalkan harus menunggu lama dalam kedukaan.
Ringkasan PermasalahanÂ
1. Nakes yang Terabaikan
Masih ada nakes yang belum dapat menerima hak nya karena proses penyaluran yang lama. Seolah-olah kesejahteraan mereka seperti terabaikan
2. Ahli Waris Harus Menunggu Lama
Kepergian untuk selamanya menyisakan kesedihan panjang bagi keluarga yang ditinggalkan. Apalagi nakes tersebut sebagai tulang punggung, sementara keluarga yang ditinggalkan juga tertular virus Corona. Tentu ini akan menjadi beban dan duka yang luar biasa bagi ahli waris.
3. Koordinasi Pihak Rumah Sakit dan Pemerintah
Dalam proses verifikasi data banyak tahapan verifikasi dokumen yang harus dilalui, mengingat ini berkaitan dengan anggaran yang besar. Pemerintah harus berhati-hati dalam penyalurannya agar dana benar-benar sampai kepada yang berhak. Â Untuk menghindari hal tersebut sangat penting sekali koordinasi antara pihak Rumah Sakit tempat nakes bekerja dengan pihak pemerintah berkaitan dengan proses pendataan dan verifikasi
4. Sistem Pendataan
Ini adalah akar permasalahan dari keterlambatan proses penyaluran dana. Proses verifikasi yang panjang dan banyak dokumen yang harus dilengkapi menjadi kendala yang mengganggu. Ini bisa disebabkan oleh belum terintegrasinya sistem pengelolaan data dari semua pihak yang terkait.
Rekomendasi Kebijakan
Berdasarkan uraian permasalahan yang ada, maka rekomendasi yang dapat diusulkan sebagai berikut
- Menyerderhanakan beberapa persyaratan dan dokumen pendukung sehingga proses lebih cepat
- Membuat sistem verifikasi data online berbasis android dimana semua persyaratan dan dokumen yang dibutuhkan dapat diisi langsung oleh ahli waris dan nakes yang akan menerima santunan dan insentif. Dokumen yang diminta dapat diupload langsung, bila tidak sesuai segera dapat diketahui saat submit, sehingga perbaikan dokumen dilakukan secepat mungkin. Â Tahapan verifikasi dapat dilink kan ke pihak rumah sakit atau pelayanan kesehatan nakes bekerja dan pemerintah daerah serta ke bermuara ke pusat, jadi semua proses dapat berlangsung selama 24 jam, Apabila semua dokumen sudah terpenuhi syaratnya sesuai dengan data yang masuk melalui sistem, maka tidak ada alasan penundaan pencairan dana. Dengan menerapkan aturan 14 hari kerja paling lama sejak semua peryaratan diterima. Efeknya memberikan suatu kepastian bagi pihak-pihak yang menerima.
- Dapat juga bekerja sama dengan pihak organisasi profesi atau satuan pihak yang peduli nakes seperti Pusara digital Covid-19 untuk investigasi langsung di lapangan siapa saja nakes yang memang terlibat langsung menangani Covid-19, ini untuk membantu mencegah manipulasi data atau penggandaan data.
- Perlu adanya kebijakan atau peraturan khusus untuk memantau proses penyaluran dana agar sampai secepatnya ke pihak yang memang berhak
- Perlu dibentuk tim pengawasan penyaluran dana yang berkoordinasi dengan pihak KPK
Referensi
KMK Nomor HK.01.07/Menkes/278/2020 tentang Pemberian Insentif dan Santunan Kematian bagi Tenaga Kesehatan yang Menangani Corona Virus Disease 2019 (COVID-19)
KMK Nomor HK.01.07/Menkes/392/2020 tentang pemberian insentif dan santunan kematian bagi tenaga kesehatan yang menangani corona virus disease 2019 (covid-19)
KMK Nomor HK.01.07/Menkes/447/2020 tentang pemberian insentif dan santunan kematian bagi tenaga kesehatan yang menangani corona virus disease 2019 (covid-19).
Pusara Digital Covid-19
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H