Mohon tunggu...
Elfathir Fatikhin
Elfathir Fatikhin Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Mendengar dengan Hati, Melihat dengan Nurani

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Jakarta, di Mana Akal Sehatmu?

26 September 2012   06:15 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:40 247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Suasana Lalulintas di Jakarta by Online.WSJ.com

Hidup di kota metropolitan seperti Jakarta memang harus siap dengan segala resiko dan permasalahan yang ada didalamnya. Beban berat yang disandang Jakarta, sebagai ibu kota negara Indonesia, pusat ekonomi sekaligus sebagai pusat pemerintahan mengakibatkan kota yang didirikan oleh Fatahillah pada Juni 1527 silam makin terseok-seok.

Jakarta setelah 485 tahun pun semakin  renta. Ketidaksiapan menerima arus urbanisasi sekaligus kesalahan pentataan kota membuat Jakarta laksana lautan masalah. Semua masalah ada di sini, dari masalah sampah, banjir, kriminalisme, pengangguran.

Jakarta kini bak mesin pembunuh bagi warganya sendiri. Jalan raya  dipenuhi kendaraan bermotor baik roda dua, roda tiga dan roda empat. Polda Metro Jaya pernah mencatat pada Juli lalu selama satu minggu, angka kecelakaan mencapai 111 kasus dengan total korban jiwa mencapai 21 orang meninggal dunia, korban luka berat dengan total 45 jiwa, dan korban luka ringan totalnya 71 jiwa.

Kehidupan Jakarta tak lagi ramah bagi penghuninya atau jangan-jangan ini merupakan cerminan dari bangsa kita yang sudah tidak lagi ramah dengan rakyatnya.

Ok…kepanjangan narasinya, disini saya akan sedikit berbagi cerita tentang  ketidakramahan jalanan Jakarta, begini cerita:

Gadis itu…

Jum’at (21/9) 18.30 sepulang kerja seperti biasa saya melewati jalanan disekitar Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata di bilangan Jakarta Selatan.  Lima menit setelah keluar dari kantor saya berhenti persis disamping TMP untuk membetulkan jaket dan mengunci tali helm sambil menunggu arus lalu lintas yang lumayan ramai di petang itu.

Jalanan di sekitar TMP Kalibata yang terbagi dua, satu arah menuju pertigaan Kalibata dan arah lainnya menuju ke Cililitan petang itu cukup padat seperti layaknya jalanan di Jakarta pada jam pulang kantor.

Lumayan ada sekitar 5-10 menit saya berhenti, pandangan saya tertuju pada seorang gadis berusia antara 17-20 tahunan yang menyeberang dari arah utara (pertigaan kampus STEKPI) menuju kearah selatan dimana saya berada. Si gadis berupaya menunggu arus lalu lintas sedikit sepi tapi tetap saja kendaraan dari arah pertigaan Kalibata menuju Cililitan tak pernah surut bahkan semakin ramai. Mungkin karena terlalu lama menunngu atau diburu waktu si gadis nekat menyeberang, sampai ditengah si gadis berhenti sejenak seperti hendak berkata “tolong dong, kasih saya jalan 1 detik saja untuk menyeberang”, namun seperti biasa pengendara motor dan mobil seperti tak menghiraukan kehadiran gadis itu, mereka tetap saja melaju tanpa ragu.

Saya berfikir koq ya gak ada yang berhenti memberi jalan kepada gadis itu toh cuma 1-5 detik waktu yang terbuang. Dan selanjutnya apa yang saya takutkan terjadi, Brakkkk…si gadis tersungkur terserempet salah satu sepeda motor yang melintas. Mungkin anda berpikir banyak orang berbondong-bondong menolong si gadis, karena jalanan yang cukup ramai dan beberapa orang berdiri dipinggir jalan menunggu angkutan umum dan juga pedagang kaki lima disekitar situ. Ahh…ternyata anda salah, dari puluhan orang yang berada disekitar tempat kejadian tak satupun yang tergerak hatinya untuk sekedar menolong atau apalah karena melihat seorang anak manusia tertimpa musibah.

Saya terheran-heran, Hebat bener orang di Jakarta, apa sudah separah ini individualisme merasuki orang-orang ini. Saya berfikir jangankan manusia tertabrak, kalau seekor kucing tertabrak saja masih ada yang menolong.

Kembali pada si gadis yang dengan susah payah berdiri kemudian melanjutkan menyeberang, sampai di trotoar pembatas ditengah jalan yang gelap gadis itu berhenti sambil membersihkan pakaiannya dan meneruskan langkahnya untuk menyeberang ke ruas jalan yang satunya. Saya pun tergerak untuk membantunya untuk menyeberang, saya berdiri dan menyetop kendaraan yang melintas dan mempersilahkan gadis itu menyeberang.

Setelah di trotoar di depan Halte bis di samping TMP Kalibata saya menyempatkan bertanya: Gimana dik, ada yang sakit atau luka?

si gadis mejawab: ga..ga papa koq…(tapi dengan nada lirih dan gemetar)

saya tahu gadis itu pasti shock terlihat dari raut mukanya yang pucat dan sedikit gemetaran. Untuk memastikan sayapun kembali bertanya, tapi jawabannya tetap sama. Sampai akhirnya ada seorang pemuda mendekat dengan ragu-ragu sambil bertanya ke saya, maaf mas siapanya sambil menunjuk si gadis…owh ternyata si pemuda adalah pengendara sepeda motor yang menyerempet si gadis tadi. sayapun menjawab, saya bukan siapa-siapanya saya hanya berusaha menolongnya. Kemudian pemuda itu meminta maaf kepada si gadis sambil seraya menerangkan kalau pandangannya tertutup oleh mobil didepannya sehingga dia tidak melihat gadis itu menyeberang.

Saya kemudaian ngomong kepada si gadis tadi kalau ada yang dirasa sakit atau luka ngomong aja mumpung orangnya tanggungjawab sambil menunjuk si pemuda tadi. pemuda itu pun mengiyakan sekaligus mengajak si gadis itu untuk sekedar beristirahat atau apalah di warung sekitar untuk menenangkan diri, tapi agaknya si gadis tetep teguh tidak mau dan bilang tidak apa-apa. Berkali-kali si pemuda itu meminta maaf sambil mencoba untuk mengajak si gadis itu untuk memastikan tidak terjadi apa. namun jawabannya tetep sama, si gadis tidak mau dan mengatakn tidak apa-apa.

Setelah memastikan si gadis tidak kenapa-kenapa saya pun melanjutkan perjalanan menuju ke rumah dimana sang jagoan kecilku pastinya sudah menunggu untuk sekedar bercanda dan menggodaku.

Sepanjang perjalanan saya teringat wajah pucat si gadis tadi, kepala ini rasanya penuh dengan pertanyaan, kenapa ya dari begitu banyak orang yang berlalu lalang tak satupun yang punya hasrat untuk menolong?

Adakah yang salah dengan masyarakat kita?

Kenapa mereka seakan tak lagi punya hati melihat penderitaan orang lain?

Sudah separah inikah pengaruh globalisasi hingga Individualisme begitu dijunjung tinggi?

Kemanakah sikap ramah tamah dan budaya gotong royong yang dulu senantiasa diajarkan oleh para orang tua dan guru kita? Hilangkah?

Padahal kita semua tahu bahwa bangsa kita, Indonesia tercinta sedari dulu terkenal akan sikap dan perilaku masyarakatnya yang memiliki beragam budaya tinggi salah satunya adalah sikap yang ramah tamah dan rukun dalam kehidupan sehari-hari. Menghargai dan toleransi yang tinggi menjadi dasar kehidupan berbangsa dan bernegara hampir dipelosok negeri ini. Budaya ramah tamah ini dicirikan dengan budaya gotong royong di desa-desa dan kampung-kampung.

Budaya ini menjadi dasar tingkah dan perbuatan kita untuk saling bersilahturahmi terhadap tetangga, peduli akan kesusahan satu sama lain dan bersikap menghormati orang yang berada disekitar kita, baik yang lebih tua maupun yang lebih muda.

Tapi kini, semuanya hilang, sirna dan nyaris tak berbekas. Inikah dampak buruk globalisasi yang telah merubah seluruh sudut pandang kita. Ramah tamah adalah cerminan bangsa Indonesia juga jati diri kita. Jangan biarkan budaya ini pudar tergerus individualisme, egoisme, kapitalisme, dan modernisasi global.

Kita beruntung para leluhur kita telah mewariskan budaya adiluhung yang jadi ciri budaya kita yang sangat tinggi. Budaya Keramahtamahan musti diwariskan ke anak cucu kita, sehingga kita tidak akan kehilangan identitas bangsa sendiri.

Jangan biarkan globalisasi Mematikan Akal Sehat dan Nurani Kita…Tetaplah menjunjung tinggi budaya dan jati diri bangsa ini agar Wajah bangsa ini tetap tersenyum  ramah kepada siapapun, dimanapun serta kapanpun. Semoga…

Salam...

Elf@thir

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun