Malam itu saya terbangun tengah malam dan tidak bisa tidur lagi. Saya lantas berpikir, mungkin dengan membuka jendela kamar lalu melihat kerlip bintang yang masih tersisa di langit, rasa kantuk akan kembali singgah.
Tapi ternyata tidak. Mata saya tetap saja terbuka lebar. Bahkan lebih lebar dari sebelum saya berangkat tidur.
Kondisi tidak wajar itu seakan memberi sinyal jikalau saya tidak sedang sendirian di dalam kamar sempit ini. Ada sosok lain yang tengah memerhatikan saya. Saya pun berbalik badan. Dan, benarlah. Saya memang melihat sosok lain itu.
Seorang perempuan!
Entah bagaimana cara dia---perempuan itu masuk ke dalam kamar saya dengan kursi roda yang ukurannya sedikit lebih lebar dari ukuran ambang pintu kamar saya.
"Jadi kapan kamu akan berkunjung ke rumahku?"
Perempuan di atas kursi roda itu menegur saya tanpa basa-basi. Saya mendengar ketegasan pada nada suaranya. Saya tidak menjawab. Saya kembali berbalik badan, menatap langit malam di luar sana yang perlahan berubah muram.
"Kamu mendengarku tidak?" Teguran itu terdengar lagi.
"Rumah apa?" Agak gugup saya bertanya balik. Sebelum menjawab pertanyaan saya, perempuan yang sekilas penampilannya mirip laki-laki itu melambaikan tangan. Meminta saya untuk mendekat.
"Aku akan menjelaskan kepadamu setelah kamu berkunjung ke sana."