Alhasil, hingga kaki kecilku kesemutan aku tidak pernah menjumpai pertengkaran hebat seperti yang ada dalam pikiranku. Semua terlihat baik-baik saja. Sampai kemudian aku dikejutkan oleh sesuatu. Bapak tiba-tiba saja berhambur di pangkuan Emak. Menangis sesenggukan di sana. Memohon maaf atas kesalahan yang telah diperbuatnya.
Bukan Emak namanya jika tidak berbesar hati memaafkan kesalahan Bapak. Aku melihat Emak mengelus lembut pundak Bapak. Lalu mengatakan sederet kalimat dengan suara pelan, "Aku telah memaafkanmu sebelum engkau memintanya."
Kejadian penuh haru itu amat membekas di hatiku. Dan, ketika usiaku sudah menanjak dewasa kukira sudah saatnya aku mengetahui rahasia apa yang menjadikan Emak bisa bersikap sesabar itu dalam menghadapi kemelut rumah tangganya. Aku ingin belajar banyak dari Emak untuk bekal kelak jika aku sudah menikah.
Di suatu senja yang temaram, kesempatan itu akhirnya datang. Kami duduk berdua, Emak pun tak segan berbagi cerita.
"Tidak ada pernikahan di dunia ini yang berjalan mulus sesuai keinginan, Nduk. Suatu kali pasti akan timbul konflik dan persoalan. Bahkan manusia pilihan seperti Kanjeng Nabi pun, pernah mengalami sebuah peristiwa yang sempat mengguncangkan. Kala itu istrinya, Aisyah dituduh tengah bersama Shafwan. Padahal itu tidak benar. Ini merupakan guncangan paling besar bagi beliau tersebab masyarakat banyak yang terlanjur memercayainya.
Tapi Rasulullah bukanlah kita. Beliau manusia paling sempurna dalam menjaga lidah dan kesabarannya. Jikalau tidak, tentu berakhirlah kisah manis pernikahan Rasulullah dan Aisyah hanya sampai di situ."
Usai menarik napas sejenak, Emak melanjutkan ceritanya sembari menatap ke arahku.
"Nduk, sabar tidak sama dengan ketidakberdayaan. Sabar itu lebih condong kepada kemampuan mengendalikan diri, lebih kepada usaha untuk menjaga kejernihan pikiran dan kebersihan hati. Dan, kesabaran Emakmu ini dalam menghadapi Bapakmu adalah semata-mata untuk mencari keridhaan Allah. Sebagaimana diketahui bahwa ridha suami menjadi bagian dari ridha Allah."
"Itukah sebab mengapa Emak masih juga melayani Bapak dengan baik dan tetap tersenyum meski Bapak pernah menyakiti hati Emak?" aku menyela hati-hati.
"Benar sekali Nduk. Emak ingin selalu dekat dengan Rasulullah. Dengan cara mengikuti teladannya. Dalam satu kesempatan, beliau, Rasulullah pernah bersabda; setiap istri yang melayani suaminya dengan niat yang benar, maka dirinya terbebas dari dosa-dosa selayak bayi yang baru dilahirkan. Ia akan meninggal dalam keadaan tanpa dosa. Menjumpai kuburnya seindah taman surga dan Allah akan memberinya pahala seperti seribu orang yang berhaji dan berumrah. Serta malaikat memohonkan ampunan untuknya sampai hari kiamat."
"Subhanallah!" aku berseru takjub.