Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Cersil (7): Sapu Tangan Merah

25 Juli 2024   05:54 Diperbarui: 25 Juli 2024   06:32 546
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rasa sakit datang karena hidup di masa lalu, dan rasa cemas singgah karena hidup di masa depan. Lantas apa yang engkau risaukan? Bukankah kita hidup di masa sekarang?

Padepokan Siur Bertuah

Pagi yang cerah. Kicau anak-anak burung kenari bersahutan di atas dahan. Membangunkan tidur lelap Nyai Fatimah.

Usai menyelonjorkan kaki perempuan itu beranjak dari pembaringan, melangkah menuju jendela, membuka daunnya lebar-lebar dan berdiri menatap pepohonan yang tumbuh rindang di halaman samping padepokan. Bibirnya tersenyum manakala menyadari rasa sakit di pundak kirinya sudah agak mereda.

"Bagaiman kondisimu pagi ini, Nyai?" Sebuah suara membuatnya melongokkan kepala ke luar jendela. Dilihatnya Busu, Pendekar Dua Pintu, tersenyum ramah ke arahnya.

"Lumayan baik. Terima kasih ya, sudah susah payah mencarikan aku obat penawar racun." Nyai Fatimah membalas senyum pendekar tampan yang baik hati itu. Ia merasa punya hutang budi. Sesaat lamanya keduanya bersitatap pandang.

"Semoga semakin sehat, yaa..." Busu menganggukkan kepala, menyudahi perasaan yang hilang timbul dengan memilih melesat pergi sebelum Nyai Fatimah sempat membalas ucapannya.

Nyai Fatimah kembali menarik kepalanya. Bau harum yang menguar membuatnya menoleh. Dan, ia tertegun. Di atas meja yang terletak di dekat pintu, dua iris jagung rebus sudah tersaji. Kapan seseorang meletakkannya di sana? Dan, bagaimana orang itu bisa membuka pintu kamar tanpa menimbulkan bunyi derit?

Sayangnya rasa lapar menyingkirkan beragam pertanyaan yang bergulir. Segera ia melangkah menuju meja dan meraih seiris jagung rebus yang uapnya masih mengepul. Setelah menarik sebuah dingklik kecil, ia mulai menyantap jagung itu dengan meniupnya berkali-kali.

"Habiskan sarapannya, Nyai. Jagung rebus bagus untuk pemulihan kesehatan." Suara berat itu membuatnya menghentikan suapan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun