Tapi pendekar tua itu masih bisa menarik napas lega. Ia, tanpa sengaja menemukan Sapu Tangan Merah milik perempuan itu. Sapu tangan yang kala itu tertinggal di sebuah bangku, di mana mereka untuk pertama dan terakhir kali bertemu.
***
Kembali ke Padepokan Siur Bertuah
Setelah membasuh wajah dengan air jernih yang dialirkan melalui selang bambu, Nyai Fatimah melangkahkan kaki menuju sebuah batu besar tempat para murid Padepokan Saur Bertuah biasa melakukan meditasi. Hup! Hanya dalam sekedipan mata perempuan itu sudah duduk bersila dengan posisi Padmasana di atas batu berbentuk bulat pipih itu. Kedua matanya terpejam. Diiringi gemericik air pancuran dan nyanyian merdu anak-anak burung kenari, ia mulai fokus mengosongkan pikiran.
Namun, meditasinya gugur.
Hup!
Sesuatu bagai lesatan anak panah hinggap di pundak kirinya yang cedera. Sontak ia membuka mata dan terpekik kecil, "Sapu tanganku! Oh, Kangmas Pendekar Gong Bumi, aku senang panjenengan masih hidup!"
Bersambung.....
***
Malang, 25 Juli 2024
Lilik Fatimah Azzahra