"Jadi apa yang bisa saya bantu, Tuan Guru? Undangan Anda mengatakan ada sesuatu yang sangat penting."Â
"Adikku Artati terkena tendangan beracun. Entah siapa yang melakukannya. Menurut pengakuannya sih, makhluk berbulu menyerupai kucing raksasa. Peristiwanya terjadi di sekitar perbatasan Hutan Garangan. Eh, tunggu! Bukankah saat kita bertarung tadi makhluk semacam itu sempat melintas?"
Sesaat suasana berubah hening.
"Tuan Guru, saya akan mencobanya. Mengobati luka di dada kiri adik Anda."
"Hai! Dari mana kamu tahu dada kiriku yang terluka? Kakakku belum mengatakannya kepadamu! Lagi pula aku tidak sudi menjadi pasienmu!" Artati tidak bisa menahan diri lagi. Ia geram terhadap pemuda yang dianggapnya sangat lancang dan sok pintar itu.
"Baiklah. Anda sudah mendengar sendiri kan, Tuan Guru? Adik Anda menolak saya obati. Jadi izinkan saya pamit pergi."
"Tunggu! Jangan pergi dulu. Tolong bantu aku. Jika tidak adikku bisa mati. Dinda Artati! Jaga bicaramu!" Pendekar Tua Aneh melotot ke arah Artati.Â
"Tapi Kangmas..."
Hup!
Tahu-tahu pemuda dekil berjuluk Pendekar Kantong Bolong sudah berdiri di hadapan Artati. Tangan kanannya menempel di atas dada kiri gadis itu.
"Kangmaaaaas! Lihat betapa kurang ajarnya pemuda ini! Tangannya bahkan meraba..."