Malam Jumat Legi.Â
Bakda Isya' saya dijemput anak lanang, dibawa ke rumahnya yang terletak di kaki Gunung Arjuna. Kebetulan besok tanggal merah, saya libur kerja, jadi bisa menginap barang semalaman di sana.Â
Setiba di rumah anak lanang hujan turun sangat deras. Kondisi ini membuat rasa kantuk menyerang lebih awal. Alhasil, belum terlalu malam saya pun pamit tidur.Â
Entah saking pulasnya atau apa, dalam tidur itu saya bermimpi. Mimpi yang sangat panjang dan jelas.Â
Dalam mimpi itu saya merasa berada di sebuah bangunan tua yang dipenuhi oleh barang-barang antik. Bangunan itu memiliki daun pintu berukir yang membentuk bunga teratai berukuran cukup besar. Dan, pada bagian atas pintu berukir itu terdapat sederet tulisan menggunakan Huruf Pallawa.Â
Saya berdiri cukup lama di dalam bangunan tua itu. Sampai kemudian mata saya tertuju pada sebuah ruangan yang terang benderang, yang di dalamnya terdapat banyak sekali lukisan.
Sesaat (masih dalam mimpi itu), saya melihat ada setangkai bunga sedap malam tergeletak di atas kursi yang terbuat dari gelondong kayu tak jauh dari ambang pintu ruangan yang terang benderang itu. Tangan saya sontak terulur meraih bunga itu, menciumnya perlahan, dan saya pun terjaga.Â
Saya terbangun karena tenggorokan saya terasa kering. Sekilas saya melirik ke arah jam dinding. Masih tengah malam. Setengah mengantuk saya beranjak dari tempat tidur menuju dapur untuk mengambil air minum.Â
Ketika meletakkan gelas tepat di bawah keran dispenser itulah saya merasa ada sesuatu yang ganjil.
Aroma wangi bunga sedap malam. Tiba-tiba saja merebak memenuhi ruangan.Â