Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pertemuan Terakhir

18 November 2023   04:46 Diperbarui: 18 November 2023   05:19 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Malam kian pekat dipeluk kabut. Aroma wangi dedaunan sesekali menguar menyentuh cuping hidung. Kutahan kantuk yang sedari tadi berlalu lalang di pelupuk mata.

Sementara Rin, ia masih duduk di hadapanku sembari memeluk lutut. Bibirnya yang pucat terkatup rapat. Tak ada sepatah kata yang terucap. Hanya tatapannya sesekali terpecah. Kadang tertuju padaku, kadang terlempar jauh ke arah rembulan yang hilang timbul di balik awan. 

"Boleh kupeluk kau, Rin?" Aku bertanya hati-hati. Ia tidak menjawab. Hanya sorot matanya perlahan mulai berubah. Tidak lagi kosong. Ada secercah senyum yang berusaha disembunyikan di dalamnya. Dan, itu membuatku menggeser duduk. 

"Memelukku? Kautahu itu sangat konyol dan tidak mungkin." Kali ini Rin tak ragu lagi mengumbar senyum. 

"Terserah kau mau bilang apa, Rin. Tapi sejak dulu---sejak pertemuan kita itu, satu hal yang ingin kulakukan adalah bisa memelukmu." Bisikku bersungguh-sungguh. 

Derit pintu membuatku menoleh. Ann, istriku, masuk ke dalam kamar lalu mengayun langkah menuju jendela yang masih terbuka. 

"Malam ini terasa sedikit aneh. Bukan begitu, Sam?" Ann berkata seraya mencondongkan kepala sedikit ke luar jendela. Aku tidak menyahut. Pandanganku kembali tertuju pada lilin di atas meja yang cahayanya kian meredup. 

"Boleh kututup jendela ini, Sam? Angin malam tidak baik bagi kesehatanmu." Ann berbalik badan. Menatapku beberapa detik. 

"Tunggu sampai batang lilin ini meleleh habis, Ann. Aku masih ingin menghabiskan waktu bersama Rin."

Aku nyaris mengucapkan kata-kata itu kalau saja sesuatu---berbulu hitam, tidak meloncat secara tiba-tiba.  Mengagetkan Ann. 

***

Oh, ya. Aku bertemu Rin beberapa tahun silam di sebuah rumah sakit. Ketika itu aku baru saja mengalami kecelakaan tunggal. 

Hari itu memang hari naas bagiku. Mobil yang kukendarai menuju kantor rodanya selip lalu menabrak pembatas jalan. Kondisinya rusak parah. Bersyukur jiwaku segera tertolong. Tapi kedua mataku terkena pecahan kaca dan oleh tim medis korneanya dinyatakan tidak berfungsi lagi. 

Rin adalah suster yang setiap hari bertugas merawatku. Karena seringnya bertemu, kami menjadi akrab. 

Dari suaranya aku tahu Rin gadis yang cantik dan baik hati. Aku bersyukur bisa mengenalnya. Hari-hari yang panjang di rumah sakit tidak lagi terasa membosankan. Terutama jika Rin muncul dan mengajakku berbincang-bincang. 

"Kau sudah punya pacar belum, Rin?" Suatu hari aku iseng menggodanya. 

"Kenapa bertanya begitu? Apa kau naksir aku?" Rin balik bertanya sembari menempelkan diaphragm di atas pergelangan tanganku. 

"Ya. Sepertinya aku jatuh cinta padamu, Rin. Tidak apa-apa, kan?" Aku menjawab jujur. Rin tidak menyahut. Tapi aku tahu ia sedang menatapku diam-diam. 

Terdengar langkah seseorang mendekati ranjang lalu bertanya pada Rin. "Bagaimana perkembangannya?" 

"Semakin membaik, Dokter. Kecuali kedua matanya."

***

Beberapa minggu menjalani rawat inap, akhirnya pihak rumah sakit mengizinkan aku pulang. Kondisi kesehatanku dinyatakan sudah membaik. Anehnya, mendapat kabar itu aku malah merasa sedih. Sedih karena harus berpisah dengan Rin. 

"Jangan murung begitu, Sam. Kita pasti akan bertemu lagi. Bukankah kau masih harus sering datang ke rumah sakit ini untuk pengobatan kedua matamu?" Rin menghiburku sembari membantu mengemasi barang-barang. "Oh, ya, siapa yang akan menjemputmu?"

"Ada. Salah seorang teman kantorku. Namanya Ann." Aku menjawab singkat. 

"Oh, oke. Kuantar kau sampai tempat parkiran, ya?" Rin menyahut seraya memapahku menuju kursi roda.

Saat itulah, saat ia memapahku, ingin sekali kupeluk dia. Tapi entah mengapa, aku tidak punya keberanian untuk melakukannya. 

***

Selang beberapa bulan kemudian, sebuah berita kuterima. 

"Sam! Donor mata untukmu sudah tersedia. Kau akan bisa melihat lagi!" Suara Ann terdengar renyah saat menyampaikan kabar baik itu. 

"Oh, benarkah? Alhamdulillah." Aku menyambut dengan penuh suka cita sekaligus haru. 

Dan, hari itu juga ditemani Ann, aku berangkat menuju rumah sakit. 

***

Operasi yang kujalani berjalan lancar dan sukses. Tentu saja aku sangat berterima kasih kepada semua pihak yang telah mengupayakan kesembuhanku. Khususnya kepada sang pendonor mata--- yang ketika kutanyakan kepada Dokter siapa orangnya, jawabannya membuatku shock dan menangis. 

"Suster Rin punya penyakit jantung bawaan, Sam. Kemarin sebelum mengembuskan napas terakhir, ia berwasiat kepada keluarganya jikalau ia ingin mendonorkan kedua kornea matanya. Dan, pilihannya jatuh kepadamu."

***
Matahari pagi membangunkan tidur kami---aku dan Ann yang sangat singkat. Sebelum meninggalkan kamar, Ann mengecup lembut ujung hidungku. Membiarkan rambutnya yang panjang tergerai menyapu wajahku yang kusut. 

Aku beranjak dari tempat tidur. Membersihkan sisa lilin di atas meja. Sesekali pandanganku jatuh pada kursi yang semalam diduduki oleh Rin. Kuraih selembar tisu. Lalu menyeka ujung meja yang ternoda oleh sesuatu. Sesuatu yang kuyakini sebagai air mata Rin. 

Ya, Rin semalam menangis tergugu manakala aku berhasil memeluk tubuhnya. Tubuh yang selama ini tak bisa kusentuh. 

"Sam, maafkan aku, ya. Saat di rumah sakit dulu aku tidak segera menjawab perasaanmu." Rin balas memelukku. Sangat erat. Hingga aku bisa merasakan tubuhnya yang semula ringan dan kosong, perlahan berisi dan memadat. 

"Ini pertemuan kita yang terakhir, ya, Sam. Sebab dengan menunjukkan wujud tak kasatku di hadapanmu, ada sanksi yang harus kutanggung. It's okay. Aku senang kok bisa melakukannya." Mata Rin berkaca-kaca. Aku sontak membenamkan wajahnya dalam-dalam di dadaku.  

Selanjutnya, aku tidak mampu mencegah ketika tubuh Rin perlahan memudar lalu berubah menjadi sosok kucing hitam yang melompat secara tiba-tiba. 

Mengagetkan Ann. 

***

Malang, 18 November 2023
Lilin Fatimah Azzahra

Note: Cerpen ini special to my bestie. Selamat Ulang Tahun. Doa terbaik selalu menyertaimu. Amiin... 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun