Beberapa minggu menjalani rawat inap, akhirnya pihak rumah sakit mengizinkan aku pulang. Kondisi kesehatanku dinyatakan sudah membaik. Anehnya, mendapat kabar itu aku malah merasa sedih. Sedih karena harus berpisah dengan Rin.Â
"Jangan murung begitu, Sam. Kita pasti akan bertemu lagi. Bukankah kau masih harus sering datang ke rumah sakit ini untuk pengobatan kedua matamu?" Rin menghiburku sembari membantu mengemasi barang-barang. "Oh, ya, siapa yang akan menjemputmu?"
"Ada. Salah seorang teman kantorku. Namanya Ann." Aku menjawab singkat.Â
"Oh, oke. Kuantar kau sampai tempat parkiran, ya?" Rin menyahut seraya memapahku menuju kursi roda.
Saat itulah, saat ia memapahku, ingin sekali kupeluk dia. Tapi entah mengapa, aku tidak punya keberanian untuk melakukannya.Â
***
Selang beberapa bulan kemudian, sebuah berita kuterima.Â
"Sam! Donor mata untukmu sudah tersedia. Kau akan bisa melihat lagi!" Suara Ann terdengar renyah saat menyampaikan kabar baik itu.Â
"Oh, benarkah? Alhamdulillah." Aku menyambut dengan penuh suka cita sekaligus haru.Â
Dan, hari itu juga ditemani Ann, aku berangkat menuju rumah sakit.Â
***