Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Horor Pilihan

Kamera "Ghost Hunters"

28 Juli 2023   06:56 Diperbarui: 31 Juli 2023   16:17 520
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Input https://pxhere.com

Malam itu Ainun berdiri mematung di balkon lantai dua tempat ia indekos. Dua siku tangannya bertopang pada besi pembatas yang melingkar membentuk huruf C. Dibiarkannya angin bertiup kencang menerpa rambutnya yang panjang tergerai.

Di langit bulan sedang bersinar utuh. Ainun mendesis berkali-kali. Bukan karena udara dingin, melainkan karena menahan perasaanya yang gundah. Ia benci suasana malam Minggu seperti ini. Malam Minggu keparat! Malam Minggu yang mengingatkannya pada peristiwa pahit masa lalu.

Ainun mendesah sekali lagi. Ia ingin melupakan semuanya. Hatinya yang patah, perasaannya yang gundah, juga jiwanya yang tak henti gelisah mengembara.

Dan, dorongan ingin melupakan itu membuat pandangannya beralih pada bangunan tua yang terletak di seberang jalan. Bangunan yang berjarak sekitar sepuluh meter dari tempatnya berdiri.

Dari jauh bangunan itu tampak gelap gulita tanpa penerangan. Cahaya bulan hanya mampu menyentuh bagian atapnya saja.

Beberapa detik pandangan Ainun terpaku di sana. Sampai kemudian ia terhenyak dan menyadari bahwa sedari tadi ada seseorang sedang mengawasinya. Seseorang yang berdiri sama persis seperti dirinya. Di atas balkon gedung tua itu.

Perlahan Ainun menarik kedua siku tangannya. Hatinya sontak sibuk bertanya-tanya. Siapa gerangan dia, orang yang sedang mengawasinya itu? Bukankah bangunan tua itu sudah lama dinyatakan kosong?

Ya, sejak mengalami kebakaran hebat dua tahun silam, bangunan berlantai dua itu dibiarkan terbengkalai begitu saja. Para penghuninya memilih pindah ke kos-kosan lain.

Dari cerita yang beredar, kebakaran di gedung tua itu sempat menelan korban jiwa. Seorang pemuda berkebangsaan asing tewas dilalap api karena terperangkap di dalam kamarnya. Meski polisi berhasil mengevakuasi jasadnya, namun kondisi pemuda itu nyaris tidak bisa dikenali karena sekujur tubuhnya hangus.

Ainun masih berdiri termangu di atas balkon yang pagarnya melingkar separuh itu. Demikian juga dengan seseorang yang berdiri di gedung tua itu. Ia tampak belum beranjak seinci pun.

Nyanyian serak burung gagak membuat Ainun berpikir yang bukan-bukan. Jangan-jangan dirinya saat ini sedang melihat sosok hantu pemuda yang tewas mengenaskan itu. 

Hm. Hantu, ya?

Huft. Tapi siapa yang bakal memercayai kata-katanya? 

Kecuali Rin. Ya. Rin. Teman sekamarnya itu. Rin memang gadis yang baik. Sangat baik. Kepada Rin, Ainun bebas bercerita mengenai apa saja. Termasuk menceritakan tentang makhluk-makhluk tak kasat mata yang kerap dilihat dan ditemuinya.

Rin memang sangat peduli terhadap Ainun. Ia antusias sekali setiap mendengar Ainun bercerita tantang dunia hantu-hantu. Dan, Rin punya keinginan untuk membantu sahabatnya itu berburu hantu. Rin bahkan sudah menyiapkan alat canggih ciptaannya sendiri. Sebuah kamera yang diberi nama kamera ghost hunters.

Sayangnya malam itu Rin sedang keluar bersama pacar barunya. Tentu saja Ainun sangat kecewa. Ia tadi sempat berpikir kalau saja Rin bersamanya, ia ingin meminta tolong untuk menangkap hantu yang saat ini sedang berdiri mengawasinya.

Klap!

Ainun terkesiap. Bangunan tua di seberang jalan itu mendadak berubah terang benderang. Menyusul sebuah jembatan panjang berwarna keemasan, berhias lampu warna-warni turun tepat di hadapannya.

Ainun terpekik kecil. Secara tiba-tiba jembatan itu menarik tubuhnya seperti magnet. Lalu dengan keras mengempaskannya di suatu tempat.

Klap!

Suasana gedung tua kembali gelap. Lampu-lampu yang semula menyala kembali padam.

"Kena kau!"

Itu suara Rin. Gadis itu tertawa renyah sembari menyodorkan kamera canggihnya ke arah Mark, pacar barunya yang berparas bule.

Mark sontak memicingkan satu mata. Mengintip gambar hasil bidikan Rin. Pria bule itu tertegun. Pada layar kamera tampak sosok perempuan dan laki-laki tengah berdiri berjejer di atas balkon.

"Siapa mereka?" Mark bertanya serius.

"Yang perempuan namanya Ainun. Ia mati bunuh diri dengan cara melompat dari balkon ini. Ia patah hati akibat dikhianati oleh pacarnya tepat di hari Sabtu malam. Itulah sebab ia sangat benci malam Minggu." Rin menjelaskan. "Dan, seperti halnya orang yang mati bunuh diri, ruh Ainun gentayangan. Ia menjadi hantu penghuni kamar nomor 13 yang sekarang kutempati ini."

"Lalu sosok satunya lagi?" Mark masih memicingkan mata.

"Laki-laki yang di sebelahnya itu? Bukankah itu dirimu, Matk?" Rin menatap tajam ke arah Mark.

"Tunggu! Mengapa---maksudku bagaimana bisa aku ikut tertangkap dalam kamera pemburu hantu ini?"

"Oh, Mark. Yakin kamu lupa peristiwa dua tahun lalu?"

Belum sempat Mark menjawab, tubuhnya mendadak terdorong hebat ke belakang. Lalu terempas di suatu tempat.

Klap!

Rin gegas menutup rapat-rapat lensa kamera ghost hunters canggihnya.

"Ini hantu ketiga belas yang malam ini berhasil kutangkap."

Gadis manis itu bergumam puas seraya mengelus lembut kamera di tangannya.

***
Malang, 28 Juli 2023
Lilik Fatimah Azzahra

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Horor Selengkapnya
Lihat Horor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun