Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Ibu Mertua, Jangan Biarkan Dirimu Menjadi Orang Ketiga!

24 Desember 2022   08:12 Diperbarui: 25 Desember 2022   21:00 582
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image https://id.theasianparent.com

Sebagaimana menjadi menantu, menjadi ibu mertua itu ternyata gampang-gampang susah.

Bicara begini karena saya sudah berada di fase itu. Predikat 'ibu mertua' sudah saya sandang lebih dari sepuluh tahun. Jadi sedikit banyak saya sudah punya pengalaman dan tips-tips menjaga agar hubungan antara ibu mertua dan menantu tetap terjaga dengan baik.

Bicara Enam Mata

Jauh-jauh hari sebelum memasuki jenjang pernikahan, saya akan mengajak mereka---anak dan calon menantu, duduk melingkar dalam satu meja.

Pada kesempatan bicara enam mata itulah saya tidak segan memberi nasihat yang intinya; menakar sejauh mana kesiapan mereka baik secara lahir maupun batin. Karena berani menikah berarti sudah berani menanggung segala risiko yang akan terjadi di dalam sebuah kehidupan baru bernama rumah tangga.

Image https://id.theasianparent.com
Image https://id.theasianparent.com

Saya perlu menanyakan dan menekankan 'kesiapan' ini sebab pada dasarnya menikah bukanlah sekadar menghalalkan hubungan secara jasmani. Namun lebih dari itu. 

Menikah ibarat membabat hutan belantara di mana di dalamnya akan banyak ditemukan kendala dan rintangan yang tidak bisa diduga-duga kemunculannya, yang mau tidak mau harus siap dihadapi.

Bersikap Netral dan Tahu Diri

Saya sudah punya 2 orang menantu. Alhamdulillah, sejauh ini belum pernah mengalami suatu konflik yang membuat perasaan di antara kami tidak nyaman. Kuncinya? Ya, itu tadi. Sebagai ibu mertua saya berusaha bersikap netral serta lebih mengedepankan rasa tahu diri.

Adalah hal biasa (terutama bagi pasangan muda), timbul gejolak mewarnai kehidupan berumah tangga. Entah itu kadarnya besar atau kecil.

Demikian pula dengan kehidupan rumah tangga anak-anak saya.

Namun demikian---di saat mengalami suatu gejolak, sebisa mungkin saya tidak ikut campur di dalamnya. Hal ini untuk memberi ruang serta kesempatan kepada anak-anak agar belajar menyelesaikan sendiri setiap permasalahan yang muncul. Sekaligus menempa kedewasaan mereka.

Image https://fr.dreamstime.com
Image https://fr.dreamstime.com

Lantas bagaimana jika anak-anak terlanjur wadul mengenai problematik rumah tangga mereka kepada saya?

Tentu, sebagai ibu saya akan menjadi pendengar yang baik. 

Tapi sesudahnya jangan harap akan mendapat pembelaan dari diri saya. Mereka malah akan mendapat nasihat panjang dikali lebar. Yang ujung-ujungnya menggiring agar anak-anak introspeksi diri.

Pernah suatu hari anak sulung protes begini, "Mama ini kalau diwaduli mesti yang dimarahi malah anaknya sendiri."

Mendapat protes demikian saya mencoba memberi pengertian, bahwa lebih baik saya menegur anak sendiri daripada menegur anak menantu. Alasannya? Karena saya tidak ingin memperkeruh suasana.

Ibu Mertua, Jangan  Biarkan Dirimu Menjadi Orang Ketiga!

Oh, iya. Banyak kasus keretakan rumah tangga dipicu oleh hadirnya orang ketiga. Dan, orang ketiga di sini bukan sebatas wanita idaman lain saja, yaa. Ibu mertua bisa juga menjadi orang ketiga dalam kehidupan rumah tangga anak-anaknya.

Saya kerap dicurhati teman atau kerabat yang mengaku memiliki ibu mertua yang kurang memahami kedudukan dirinya sebagai anak menantu. Ada kalanya ibu mertua bersikap
arogan, selalu ikut campur urusan rumah tangga anak-anaknya karena merasa 'masih' punya hak. Apalagi jika mereka tinggal di bawah satu atap.

Dari beragam curhatan itulah saya mendapat banyak pelajaran. Sekaligus berkaca diri. Sudahkah saya menjadi ibu mertua yang baik bagi menantu-menantu saya? Jika belum saya tidak akan segan untuk terus belajar membenahi diri.

Image https://gempak.com
Image https://gempak.com

Mulailah dari Diri Kita Sendiri

Sejatinya paradigma ibu mertua versus anak menantu sulit akur itu bisa kita ubah.

Dimulai dari siapa? Ya, dimulai dari yang lebih tua, dong! Masa iya sudah banyak makan asam garam kehidupan masih juga belum lihai menggembala sabar?

Sekali lagi. Sebagai ibu mertua marilah kita mengikhlaskan hati. Legawa melepas anak-anak belajar menjalani kehidupan mereka masing-masing, dengan pasangan masing-masing.

Meski demikian tugas kita sebagai orangtua bukan berarti telah usai. Ada tugas yang tak kalah penting dan tak pernah pupus. Yakni mengiringi perjalanan anak-anak kita dengan doa-doa yang terbaik.  

Salam hangat.

***
Malang, 24 Desember 2022
Lilik Fatimah Azzahra

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun