Seekor camar diam-diam melukis senja. Menggunakan sehelai bulu dari satu sisi sayapnya yang patah.
Ia awali dengan menggores sketsa bentang langit. Tempat ia kerap melambungkan harap, cinta, dan rasa sakit.
Ia lantas menggradasi langit itu dengan warna biru pekat. Warna kesukaan kekasihnya --- dulu, sebelum angin mengempasnya dengan begitu dahsyat.Â
Ia juga menyelipkan satu kuntum bintang horna, bintang paling redup, tanpa sudut tanpa bias kerlip cahaya.
Selanjutnya. Ia menoreh garis tepi hampar laut. Tempat rindu benci berkecamuk dan bertaut. Ia beri laut itu warna merah soka. Warna paling berkuasa kala langkah kehilangan arah.
Seekor camar. Nanar. Melukis senja yang bergerak kian samar.
***
Malang, 24 September 2022
Lilik Fatimah Azzahra
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H