Penampakan aneh itu tentu saja membuatku terperangah, sekaligus mundur beberapa langkah.
Huft. Apakah ada yang salah pada penglihatanku? Mengapa dua putri domas yang semula tampil menawan tiba-tiba menjelma menjadi nenek-nenek renta?
Sontak aku beralih pandang, menengok ke arah pengantin wanita yang berdiri anggun di sebelahku. Memastikan jikalau penglihatanku baik-baik saja.
Tapi, sekali lagi aku terperangah.
Pengantin cantik yang telah kurias berjam-jam itu pun ikut beralih rupa. Sosoknya berubah amat mengerikan. Wajahnya dipenuhi luka dengan darah meleleh keluar dari kedua bola matanya.
Sementara iring-iringan pengantin pria berjalan semakin dekat. Gending Kebo Giro --- oh, tidak, gending itu pun ikut berubah bunyi. Iramanya tak lagi lembut mendayu-dayu, melainkan berganti dengan lancaran yang membuat bulu kuduk berdiri.Â
Tembang Lingsir Wengi.
Aku bergidik.
Apakah aku sedang bermimpi, atau tengah mengalami semacam halusinasi?
Tiba-tiba aku teringat seseorang. Siska! Ya, Siska. Hanya dia satu-satunya yang bisa menjelaskan semua kejadian aneh ini.
Mataku sontak menyapu sekeliling, mencari-cari keberadaan asistenku itu. Tapi hingga tembang Lingsir Wengi berputar ulang tak juga kutemukan dia.Â