Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Malam Jumat Kliwon

4 Januari 2022   14:26 Diperbarui: 4 Januari 2022   16:20 2185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image by idntimes.com

Sudah tiga hari ini aku duduk sebangku dengan murid baru. Pindahan dari sekolah lain. Namanya Ran.

Ran berparas cantik. Kulitnya putih. Hidungnya mancung dan bola matanya memiliki warna yang sangat indah.

Hari ini begitu jam sekolah bubar, Ran menawariku untuk ikut dengannya. Menginap semalam di Hotel Niagara, hotel yang menurut pengakuannya dikelola oleh salah seorang kerabatnya.

"Kau pasti sudah tahu rumor yang beredar seputar hotel itu, kan, Din?" Ran menatapku serius. Matanya yang berwarna coklat kebiruan berkejap-kejap.

"Tentu saja! Hotel Niagara terkenal karena cerita mistisnya. Terutama penampakan hantu Noni Belanda yang cantik itu." Aku menyahut renyah.

"Kau yakin tidak takut --- mm, maksudku jika menginap semalam di sana trus bertemu dengan hantu cantik itu?" Kembali Ran menatapku. Kali ini dengan ekspresi sedikit ragu. Aku menggeleng.

"Takada yang bisa menakutiku, Ran!" Seruku menegaskan.

Ya. Aku tidak sedang beromong kosong. Sejak kecil aku terbiasa bertemu hal-hal gaib yang berbau misteri. Jangankan hantu cantik, hantu super berantakan pun siap kuhadapi.

"Asal tahu saja, ya, Ran. Di kelas 12 B ini aku dikenal sebagai cewek pemberani. Saking pemberaninya teman-teman sampai menjulukiku Ghost Hunter." Sengaja aku menyombongkan diri di hadapan Ran. Sekilas kulihat bibir Ran menyungging senyum.

"Kita berangkat kapan? Malam ini?" tanyaku sembari menyilangkan tangan di atas dada. Ran menggeleng.

"Tunggu malam Jumat Kliwon. Saat para hantu muncul untuk berpesta pora."

"Oke!" Aku menyanggupi. Toh, malam Jumat Kliwon tinggal melompat satu hari lagi.

***

Malam Jumat Kliwon.

Kami berangkat ketika senja baru saja menenggelamkan diri di kaki langit. Rupanya Ran sudah mem-booking kamar hotel sehari sebelumnya. Jadi saat kami tiba di lokasi, anak kunci sudah terkantongi di saku celananya.

Kamar kami berada di lantai 2. Ada sekitar 10 kamar berderet saling berhadapan di sepanjang lorong yang cahaya lampunya remang-remang. Sesuai nomor yang tertera pada gantungan anak kunci, kami berjalan beriringan menuju sebuah kamar yang terletak paling ujung.

Ketika Ran membuka pintu kamar paling ujung itu, keadaan ruangannya gelap gulita. Ran segera merogoh saku jaket. Menggunakan cahaya ponsel, tangannnya meraba-raba dinding di belakang pintu berusaha mencari keberadaan saklar lampu. Beberapa detik kemudian ia berhasil menemukannya.

Klap!

Seketika ruangan berubah menjadi terang benderang. Aku berdiri di belakang Ran sembari --- seperti biasa, mataku bergerak ke sana ke mari. Menelisik isi kamar yang bakal kami tempati.

Tampak ranjang bersprei putih dihiasi dua bantal dan satu guling. Di samping ranjang yang ukurannya tidak seberapa besar itu ada satu meja kecil tanpa kursi. Sebuah lukisan lawas terpajang tepat di dinding sisi kanan meja. Lukisan itu menggambarkan wajah seorang bocah perempuan dengan ekpresi murung.

"Hh, kamar mandinya pengap dan gelap banget!" Suara Ran membuat pandanganku ikut beralih, tertuju pada kamar mandi yang pintunya terkuak sedikit.

Ran menutup kembali pintu kamar mandi setelah terlebih dulu menyalakan lampunya. Seraya merebahkan diri di atas tempat tidur, Ran berkata santai, "Kukira kali ini hantu Noni Belanda itu tidak bakal muncul."

"Kenapa?" Aku mengernyit alis.

"Karena hantu tidak suka ruangan terang benderang." Ran meraih selimut, menutupi sebagian kakinya yang putih. Bibirnya yang mungil mengulum senyum.

"Kau yakin?" Aku menegaskan. Ran mengangguk. Mataku kembali melirik ke arah pintu kamar mandi.

"Bagaimana dengan bunyi gemericik air yang tiba-tiba terdengar dari kamar mandi itu? Siapa kira- kira yang menghidupkan krannya?" Tanyaku tanpa berpindah posisi.

Mendengar pertanyaanku sontak senyum Ran menghilang. Ia menerjang selimutnya, melompat turun dan menghambur ke arahku.

"Oh, Din! Kukira Noni Belanda itu --- ia sudah menyambut kita ...."

***

Kucuran air dari kran kamar mandi terdengar semakin deras. Ran pun kian merapatkan tubuhnya ke arahku.

"Apa-apan kau ini, Ran? Kau sendiri yang mengajakku menginap di tempat ini, sekarang kau pula yang ketakutan!" Agak kesal aku menegur tingkah laku Ran. Teman baruku itu sama sekali tak menyahut. Ia hanya diam, membisu bagai patung.

Di luar malam mulai dijatuhi kabut. Lampu taman di sekitar hotel sebagian sudah dinyalakan. Melalui jendela kamar kulihat cahaya lampu-lampu itu memantul samar dan redup.

Sementara Ran, ia masih berdiri mematung di sampingku.

"Sebentar, ya, Ran. Aku harus menutup tirai jendela kamar ini. Aku tidak ingin wajah cantik Noni Belanda itu tiba-tiba muncul dan menyeringai di sana," selorohku seraya  mengayun langkah, mendekati jendela yang tirainya masih terbuka.

Seperti dugaanku, Ran mengekor. Ia berdiri tepat di belakangku.

***

Dersik angin, entah dari mana datangnya tiba-tiba singgah di tengkukku. Menyisakan rasa dingin yang aneh.

Aku mengurungkan niat menutup tirai jendela. Seraya membetulkan posisi berdiri, aku menatap lekat-lekat bayangan wajahku yang terpantul jelas pada kaca jendela.

Aha! Sejenak aku tersenyum.

Setelah merasa cukup, aku berbalik badan. Menatap wajah Ran yang terlihat semakin pucat.

"Masih merasa takut, ya, Ran?" Tanyaku sembari tetap tersenyum. Sekejap kemudian aku melihat tubuh Ran meninggi melebihiku. Tubuh itu mengambang lalu meliuk di udara merupa asap.

Tak hendak membuang waktu, hup! Kutangkap tubuh tak berbentuk itu. Kumasukkan dengan paksa ke dalam botol kosong yang tadi sempat kuambil dari meja resepsionis.

Selanjutnya kusumbat lubang  bagian atas botol itu rapat-rapat.

D dalam botol Run menggeliat-geliat penuh amarah. Aku tak peduli. Kuletakkan botol bening berisi hantu nakal itu ke dalam laci meja.

Malam itu kuurungkan niat menginap semalam di Hotel Niagara. Aku ingin tidur di kamarku sendiri yang hangat, yang dindingnya tidak dihiasi lukisan bocah berwajah murung.

Oh, ya. Lagi pula besok adalah hari Jumat. Giliranku  piket membersihkan ruang kelas. 

Tentang bangku kosong di sebelahku, jika wali kelas bertanya, sudah kusiapkan jawabannya. "Ran, Noni Belanda yang penasaran itu sudah pindah ke sekolah lain."


***
Malang, 4 Januari 2022
Lilik Fatimah Azzahra

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun