Ran menutup kembali pintu kamar mandi setelah terlebih dulu menyalakan lampunya. Seraya merebahkan diri di atas tempat tidur, Ran berkata santai, "Kukira kali ini hantu Noni Belanda itu tidak bakal muncul."
"Kenapa?" Aku mengernyit alis.
"Karena hantu tidak suka ruangan terang benderang." Ran meraih selimut, menutupi sebagian kakinya yang putih. Bibirnya yang mungil mengulum senyum.
"Kau yakin?" Aku menegaskan. Ran mengangguk. Mataku kembali melirik ke arah pintu kamar mandi.
"Bagaimana dengan bunyi gemericik air yang tiba-tiba terdengar dari kamar mandi itu? Siapa kira- kira yang menghidupkan krannya?" Tanyaku tanpa berpindah posisi.
Mendengar pertanyaanku sontak senyum Ran menghilang. Ia menerjang selimutnya, melompat turun dan menghambur ke arahku.
"Oh, Din! Kukira Noni Belanda itu --- ia sudah menyambut kita ...."
***
Kucuran air dari kran kamar mandi terdengar semakin deras. Ran pun kian merapatkan tubuhnya ke arahku.
"Apa-apan kau ini, Ran? Kau sendiri yang mengajakku menginap di tempat ini, sekarang kau pula yang ketakutan!" Agak kesal aku menegur tingkah laku Ran. Teman baruku itu sama sekali tak menyahut. Ia hanya diam, membisu bagai patung.
Di luar malam mulai dijatuhi kabut. Lampu taman di sekitar hotel sebagian sudah dinyalakan. Melalui jendela kamar kulihat cahaya lampu-lampu itu memantul samar dan redup.