Sementara Ran, ia masih berdiri mematung di sampingku.
"Sebentar, ya, Ran. Aku harus menutup tirai jendela kamar ini. Aku tidak ingin wajah cantik Noni Belanda itu tiba-tiba muncul dan menyeringai di sana," selorohku seraya  mengayun langkah, mendekati jendela yang tirainya masih terbuka.
Seperti dugaanku, Ran mengekor. Ia berdiri tepat di belakangku.
***
Dersik angin, entah dari mana datangnya tiba-tiba singgah di tengkukku. Menyisakan rasa dingin yang aneh.
Aku mengurungkan niat menutup tirai jendela. Seraya membetulkan posisi berdiri, aku menatap lekat-lekat bayangan wajahku yang terpantul jelas pada kaca jendela.
Aha! Sejenak aku tersenyum.
Setelah merasa cukup, aku berbalik badan. Menatap wajah Ran yang terlihat semakin pucat.
"Masih merasa takut, ya, Ran?" Tanyaku sembari tetap tersenyum. Sekejap kemudian aku melihat tubuh Ran meninggi melebihiku. Tubuh itu mengambang lalu meliuk di udara merupa asap.
Tak hendak membuang waktu, hup! Kutangkap tubuh tak berbentuk itu. Kumasukkan dengan paksa ke dalam botol kosong yang tadi sempat kuambil dari meja resepsionis.
Selanjutnya kusumbat lubang  bagian atas botol itu rapat-rapat.