Anehnya pula, ia menerima tawaran itu begitu saja, tanpa pikir panjang. Padahal ia tidak tahu secara detail bagaimana sosok Pimred itu sesungguhnya. Yang ia tahu, saat mereka melakukan interaksi video call, Mas Bayu mengenakan masker --- benar-benar masker, karena seluruh wajahnya tertutup rapat. Hanya kedua mata dan rambutnya saja yang tidak disembunyikan.
Ciri khas lain, Mas Bayu bersuara berat. Penuh wibawa. Humble. Diar merasa cukup menilai lelaki itu dari sisi ini saja. Ia mengabaikan hal lain.
Bunyi gemerisik rumput kering terinjak kaki membuat Diar tergugah dari lamunan tentang sosok Mas Bayu. Ia menoleh sejenak. Dilihatnya Nilam berjalan mendekatinya dengan badan berbalut selimut.
"Kok belum tidur?" Diar menegur.
"Belum mengantuk." Nilam menyahut pelan.
"Kedinginan, ya? Gabung saja di sini." Diar beringsut. Memberi tempat agar Nilam leluasa duduk di sampingnya.
"Mau kopi?" Diar menyodorkan cangkir yang tertangkup di tangannya. Dan, Nilam nyaris menerima cangkir itu kalau saja telinganya yang peka tidak menangkap suara aneh dari kejauhan.Â
Suara yang membuat bulu kuduknya meremang.
Lolong serigala.
Bersambung ....
***
Malang, 09 Juli 2021
Lilik Fatimah Azzahra