Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Penasihat Ulung

19 Mei 2021   06:35 Diperbarui: 5 Agustus 2024   16:50 682
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi perempuan. (sumber: pixabay.com/sovica)

Rin menangkup pinggang cangkir berisi kopi tanpa gula menggunakan kedua tangannya. Sesekali pandangannya beralih ke arah pintu. Ia berdiri begitu melihat lelaki berambut cepak yang ditunggunya muncul.

"Kopiku sudah dingin," Rin menatap si lelaki sejenak, tepat pada kedua manik matanya.

"Kita pergi sekarang." Si lelaki berkata datar. Rin mengangguk lalu berjalan mengikuti langkah lelaki itu menuju mobil yang terparkir di halaman kafe.

Sekitar tiga puluh menit mobil meluncur di jalanan yang sepi. Setelah berputar-putar di area perkampungan yang asing, mobil itu berhenti di depan rumah berdinding bambu. 

Seorang perempuan paruh baya, mengenakan kain panjang lusuh menyambut kedatangan mereka di ambang pintu.

"Oh, kau Tarjo, masuklah!" Suara serak perempuan itu membuat langkah Rin seketika menyurut.

"Tempat apa ini?" Rin memberanikan diri bertanya.

"Tenanglah. Bukankah kamu mengeluhkan badanmu pegal-pegal? Nah, Mak Turah ini, beliau adalah ahli pijat urut." Tarjo menyahut seraya membimbing tangan Rin agar gadis itu gegas masuk ke dalam rumah.

***
Agak berdegup jantung Rin ketika Mak Turah menutup pintu bilik rapat-rapat. Terutama saat perempuan tua itu memintanya menukar pakaian yang dikenakannya dengan kain panjang bermotif slobok. Hatinya mendadak diliputi rasa was-was.

Sementara Tarjo, sengaja ia tidak menemani Rin. Lelaki itu memilih duduk menunggu di ruang tamu menghabiskan sigaret yang terkepit di ujung jemari tangannya.

Pandangannya tertuju pada asap yang bergulung-gulung ke udara membentuk bulatan-bulatan kecil. Bibirnya yang kering sesekali tersenyum.

Ya. Tarjo merasa lega. Satu masalah dianggapnya telah teratasi. Dalam hati lelaki yang sudah memiliki istri dan dua anak itu memuji dirinya sendiri. 

Kau datang pada orang yang tepat, Tarjo. Siapa sih yang tidak kenal Mak Turah? Dukun serba bisa!

Bibir Tarjo masih tersenyum. Senyum penuh kepuasan. Dan, senyum itu semakin melebar ketika telinganya sayup-sayup mendengar suara rintihan dari dalam bilik yang pintunya masih tertutup.

Rintihan kesakitan Rin.

***
Mobil berwarna putih itu melaju oleng melintasi jalan tol yang panjang. Melalui kaca spion, pengemudinya, seorang lelaki berambut gondrong melirik jok belakang.

"Jadi begitu cerita masa lalumu?" lelaki berambut gondrong itu bergumam pelan. Rin yang duduk meringkuk memeluk kaki, menganguk. Matanya sontak berkaca-kaca.

"Setiap orang memiliki masa lalu. Entah itu baik atau buruk. Tapi yang terpenting, jangan menyimpan dendam demi memanjakan masa lalu kita." Lelaki gondrong itu kembali menatap kaca spion yang tergantung tak jauh dari kepalanya.

"Apakah menurutnu aku menyimpan dendam kesumat tak berkesudahan?" Rin mengangkat dagunya sedikit. Lelaki gondrong itu tidak menyahut. Ia sibuk menstabilkan laju kendaraannya. 

Sementara dari kejauhan suara sirine mobil polisi masih meranung-raung, riuh. Mengamankan kecelakaan beruntun yang baru saja terjadi.

Rin menggeser duduknya perlahan. Lalu bertanya pada lelaki gondrong itu, satu pertanyaan yang berbeda.

"Oh, ya. Melalui kaca spion itu apakah wajah murungku jelas terlihat --- olehmu?"

Kali ini lelaki gondrong itu tidak dapat lagi menahan tawa.

***
Blam!

Lelaki gondrong menutup pintu mobil dengan keras, menguncinya dari luar. Seekor kucing hitam yang tengah mendengkur di samping keranjang sampah, di dekat pintu masuk, menggeliat.

"Puusss, puuusss ..." Rin melompat turun dari kursinya lalu mengelus punggung hewan jinak yang kembali tertidur pulas itu. Lelaki gondrong yang berjalan sempoyongan karena matanya sudah sangat mengantuk, menoleh kaget.

"Kau?! Kenapa masih mengikutiku?" Lelaki gondrong itu menghentikan langkah. Menatap gaun putih Rin yang kotor.

"Ng, aku baru saja memutuskan untuk berhenti menakut-nakuti para pengguna jalan tol. Aku pikir, tinggal serumah denganmu tentu jauh lebih menyenangkan." Rin berbalik badan. Menunjukkan seringainya yang manis.

Lelaki gondrong pemilik mobil putih itu tertegun. Sejenak otaknya sibuk menghitung. Sudah berapa banyak hantu yang berhasil dinasehatinya, yang ujung-ujungnya memilih nebeng di rumahnya?

***
Malang, 19 Mei 2021
Lilik Fatimah Azzahra

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun