***
Aku masih berdiri di punggung lembah. Menatap sayu hingga ke kejauhan. Berharap melihat sosok Sultan muncul kembali, berseru memanggil namaku, membentangkan tangan, memelukku, lalu menghujani keningku dengan bertubi kecupan.
Tapi hingga embun di atas dedaunan lesap mengering, hingga pagi berubah menjadi senja yang dingin, dan lolong anjing kembali memperdengarkan suaranya yang miris, Sultan yang kutunggu tidak juga kunjung datang.
Kedua mataku mulai terasa panas dan berair. Sementara angin lembah kian rakus berebut menjilati sekujur pori-pori tubuhku, membuatku menggigil hebat.
"Hipotermia. Perempuan ini mengalami hipotermia!" Lamat-lamat kudengar seruan itu. Dan, sebelum benar-benar kehilangan kesadaran mataku sempat menangkap sosok lelaki yang amat kucintai.
Sultan.
Ia terkapar di tengah kerumunan orang-orang tak kukenal. Sekujur tubuhnya babak belur berlumuran darah.
***
Di sebuah Rumah Sakit terpencil.
Selang infus membuat rentang gerakku sangat terbatas. Aku hanya bisa memiringkan badan, sedikit, ketika dokter dan seorang perawar datang mengunjungiku.
"Bagaimana keadaanmu pagi ini? Merasa jauh lebih baik?" dokter bertanya seraya menyentuh denyut nadi di pergelangan tanganku. Aku mengangguk.
"Kalau hasil pemeriksaan kesehatan hari ini semakin bagus, kamu boleh pulang," dokter melanjutkan.