Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menanam dan Mengunduh Pesan Moral dari Cerita Rakyat Nusantara

10 Januari 2021   11:53 Diperbarui: 10 Januari 2021   11:58 1682
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber:dongengceritarakyat.com

Salah satu kekayaan budaya negeri kita yang patut dilestarikan adalah Cerita Rakyat. 

Mari kita tengok sejenak. Dari Sabang sampai Merauke tidak terhitung berapa jumlah Cerita Rakyat yang dimiliki masing-masing daerah. Alangkah sangat disayangkan jika kearifan lokal tersebut lambat laun terpinggirkan akibat tergerus kemajuan zaman atau kurang diminati.

Mendongeng sebagai Sarana Melestarikan Cerita Rakyat Sekaligus Cara Efektif  dan Edukatif Menasihati Anak

Sejak dulu mendongeng diyakini sebagai salah satu cara paling efektif untuk menasihati anak. Mengapa demikian? Di dalam sebuah dongeng --- utamanya dongeng cerita rakyat terdapat pesan moral yang yang secara tidak langsung bisa menumbuhkan perasaan simpati maupun empati. Usai mendengar dongeng yang dibacakan anak akan tergerak hati dengan sendirinya tanpa merasa digurui.

Selain itu dengan mendongeng berarti kita telah memberikan edukasi dan pembelajaraan kepada anak melalui contoh-contoh yang dikemas dalam bentuk tuturan atau bacaan. Sejaligus sebagai upaya berperanserta dalam melestarikan Cerita Rakyat Nusantara.

Beberapa Contoh Cerita Rakyat yang Sarat akan Pesan Moral

1. Malin Kundang

Masih ingat kisah Malin Kundang, bukan? Yup. Betul sekali. Cerita rakyat dari Sumatera Barat ini memang paling melegenda dan tidak pernah lekang dimakan waktu. 

Malin Kundang bertutur mengenai anak durhaka yang tidak mau mengakui Ibunya sendiri ketika hidupnya sudah mapan. Dongeng ini merupakan pengingat yang bukan sekadar isapan jempol semata. Fenomena semirip Malin Kundang banyak terjadi di lingkungan sekitar kita. Di mana seorang anak berperilaku kasar dan buruk terhadap orangtuanya sendiri.

Menceritakan kembali kisah Malin Kundang di depan anak-anak sama halnya dengan menanam benih moral di hati dan pikiran mereka agar mereka senantiasa menghormati dan menyayangi kedua orangtuanya, khususnya Ibu yang telah melahirkan.

"Jika ingin selamat dunia akhirat, muliakan Ibumu. Jangan sia-siakan ia. Kalau tidak, kau bisa kualat seperti Malin Kundang yang dikutuk menjadi batu!"

2. Bawang Merah dan Bawang Putih

Siapa yang tidak pernah mendengar dongeng ini? Hampir semua anak pernah mendengarnya. Yup. Dongeng yang berasal dari Riau ini merupakan dongeng terfavorit di sepanjang masa. Bahkan kisahnya terus diadaptasi, baik dalam bentuk buku fiksi, sinema, maupun opera.

Kisah bertutur tentang dua bersaudara yakni Bawang Merah dan Bawang Putih. Bawang Merah berwatak jahat dan Bawang Putih berwatak baik. Pesan moral yang bisa diunduh; bahwa kebaikan akan berbuah manis. Sedang kejahatan selalu berakhir tragis. 

Cerita Rakyat ini bisa menggiring anak-anak untuk senantiasa menerapkan hidup rukun, saling menyayangi, dan tidak semena-mena terhadap saudaranya sendiri. Sekalipun itu adalah saudara tiri.

3. Legenda Banyuwangi

Banyuwangi adalah sebuah kota yang terletak di ujung timur Pulau Jawa. Nama Banyuwangi sendiri memiliki asal usul yang berkaitan erat dengan Cerita Rakyat setempat.

Mari kita intip cuplikan kisahnya, yaa.

Adalah Raden Banterang yang pergi berburu mengejar kijang hingga terpisah dari para pengawalnya.

Di pinggir sebuah sungai, Raja Banterang bertemu seorang gadis cantik bernama Surati yang mengaku putri dari Kerajaan Klungkung. Surati sedang melarikan diri dari kejaran musuh. Ayahnya gugur dalam sebuah peperangan.

Raden Baterang merasa iba. Ia pun memboyong gadis itu ke istana. Kemudian mereka menikah.

Suatu hari, ketika Raden Banterang sedang pergi berburu, seorang laki-laki berpakaian compang-camping mendatangi Surati. Laki-laki itu adalah kakak kandung Surati yang bernama Rupaksa.

Dari sinilah konflik mulai terbangun. Kedatangan Rupaksa ternyata hendak membawa pulang adiknya itu, seraya memberitahu bahwa pembunuh Ayah mereka tak lain adalah Raja Banterang sendiri.

Surati menolak dijemput pulang. Ia merasa berhutang budi kepada Raden Banterang karena telah menyelamatkannya. Penolakan tersebut membuat Rupaksa kecewa. Ia lalu pamit pergi dengan meninggalkan ikat kepala untuk Surati.

"Simpan ikat kepala ini sebagai kenang-kenangan. Letakkan di bawah bantalmu."

Surati menurut. Ia melepas kepergian kakaknya dengan perasaan sedih.

Sementara Raden Banterang yang sedang berburu di tengah hutan, terkejut ketika didatangi seorang lelaki compang-camping yang tak lain adalah kakak istrinya itu.

Demi membalas dendam kematian Ayahnya, Rupaksa menghasut bahwa Surati telah berniat membunuh suaminya atas suruhan seseorang.

"Jika tidak percaya, lihatlah di bawah bantal istri Baginda. Ia telah nenerima cinderamata dari lelaki suruhannya itu."

Raden Banterang segera melesat pulang. Dengan hati terbakar ia menemui Surati. Dan, benarlah. Ia menemukan ikat kepala di bawah bantal istrinya itu.

Raden Banterang memaksa Surati mengakui rencana hendak membunuhnya. Tentu saja Surati menolak. Ia bersikukuh bahwa dirinya tidak memiliki rencana jahat apa pun seperti yang dituduhkan oleh suaminya itu.

Kisah berakhir tragis dengan terjunnya Surati ke dalam telaga. Tapi sebelum itu Surati sempat bersumpah jika air telaga itu berbau wangi dan tetap bening, maka dirinya tidak bersalah.

Dan, memang yang terjadi adalah air terjun itu tetap bening dan menguarkan bau harum. Raden Banterang pun menyesali tindakannya.

Pesan moral yang ingin disampaikan melalui kisah ini adalah; hendaknya kita tidak asal menuduh seseorang berbuat kesalahan. Apalagi seseorang itu adalah istri sendiri. Segala sesuatu harus ditelaah terlebih dulu kebenarannya. Gunakan kepala dingin, tidak grusa-grusu sehingga tidak berakibat penyesalan di kemudian hari.

Oh, ya. Apakah Anda sepakat dengan pemikiran saya bahwa sering-sering mendongeng atau membacakan Cerita Rakyat untuk anak-anak sama halnya menanam budi pekerti secara halus kepada mereka tanpa harus bersikap keras dan menggurui?

Oke, sepakat yaa ....

Tapi ngomong-ngomong, jangan cuma bilang sepakat. Sudahkan Anda mendongeng hari ini? 

Belum? Waduh!

***
Malang, 10 Januari 2021
Lilik Fatimah Azzahra

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun