Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bahagia Menjadi "Mendadak Suster"

31 Desember 2020   22:12 Diperbarui: 31 Desember 2020   22:21 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selanjutnya, pelajaran terbaik saat menghadapi suatu masalah atau musibah, saya selalu mengingat kalimat ini; Tuhan menguji umatnya sesuai dengan kadar kemampuan yang dimiliki. Insyaalah jika kita sabar dan berikhtiar, semua akan baik-baik saja.

Bahagia Diberi Kesempatan Menjadi "Mendadak Suster"

Di usia senja di mana anak-anak satu persatu mulai meninggalkan rumah, tentu saya tidak ingin kehilangan rasa bahagia itu. Saya tidak mau terjebak ke dalam sindrom sarang kosong atau empty nest syndrome yang kerap melanda orangtua, yang akan mengurangi rasa bahagia saya sebagai ibu.

Sudah menjadi hak anak-anak memilih dan belajar mengarungi kehidupan mereka masing-masing. Dan, kewajiban saya sebagai orangtua mendoakan yang terbaik bagi perjalanan hidup mereka. Saya juga senantiasa memberi dukungan sekuat kemampuan serta membuka pintu rumah lebar-lebarnya jika sesekali mereka ingin bertandang menjenguk saya.

Hidup ini teramat singkat. Kita tidak tahu sampai kapan diberi kesempatan untuk terus menikmatinya. Senyampang masih ada waktu dan kesempatan untuk menciptakan rasa bahagia, mari kita lakukan!

Bersyukur, seiring dengan berjalannya waktu Tuhan masih memberi kesempatan kepada saya untuk meraih bahagia dengan cara yang sungguh tidak pernah terpikirkan. "Mendadak Suster", merupakan kebahagiaan yang sungguh surprise di sepanjang perjalanan hidup saya.

Yup. Ketika di luar sana banyak orang kehilangan pekerjaan di masa pandemi ini, saya justru mendapat pekerjaan mendampingi Dokter yang notabene beliau adalah Dokter keluarga. Suatu rezeki yang patut disyukuri. Tuhan telah mengangkat derajat saya dari seorang pasien menjadi perawat pasien.

Rasa syukur itu tentu saja harus saya wujudkan dalam bentuk yang nyata. Yakni dengan melecut semangat untuk mengabdi dan bekerja sebaik-baiknya, memberi pelayanan kepada pasien semaksimal mungkin, senantiasa bersikap ramah, berbagi senyum, dan sigap membantu.

Berkecimpung di dunia medis yang sehari-hari bertemu orang dengan beragam keluhan dan penyakit, secara tidak langsung menggiring nurani saya untuk senantiasa menanamkan dan memelihara ini --- lagi-lagi rasa syukur!

Betapa banyak orang yang kesusahan hidupnya melebihi diri saya. Betapa tidak sedikit orang yang diberi sakit lebih parah dari diri saya. Bahkan saya menjadi saksi nyata betapa mereka harus berjuang lebih gigih daripada saya untuk mencapai kesembuhan.

Alangkah naifnya jika saya menutup mata atas segala nikmat dan karunia kesehatan dan rasa bahagia yang telah Tuhan beri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun