Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bahagia Menjadi "Mendadak Suster"

31 Desember 2020   22:12 Diperbarui: 31 Desember 2020   22:21 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber:https:www.matasahibkaurcollegeofnursing.org

Pada hakikatnya setiap orang berhak untuk bahagia. Bahagia yang tidak sekadar lahir namun juga batin.

Tapi apa sih sebenarnya bahagia itu? Menyunting dari KBBI pengertian bahagia adalah: Keadaan atau perasaan di mana seseorang merasa senang dan tenteram (bebas dari segala hal yang menyusahkan).

Jadi, apakah hari ini Anda sudah bahagia!

Harus! Kita harus selalu merasa bahagia. Karena bahagia itu bisa berpengaruh pada kesehatan fisik maupun mental kita.

Bahagia Itu Dimulai dari Diri Sendiri

Perasaan bahagia sifatnya sangat relatif. Setiap orang memiliki ukuran bahagia yang berbeda-beda sesuai dengan kriteria masing-masing. Sebagai contoh, ada orang yang merasa bahagia ketika hidupnya berkecukupan materi. Tapi ada pula yang merasa "cukup bahagia" dengan kehidupan yang sederhana namun bisa menyisihkan sedikit rezeki untuk berbagi, memberi sesuai kemampuan, atau menyantuni orang yang membutuhkan.

Rasa Syukur adalah Biang dari Bahagia

Jika ditanya, apa saya merasa bahagia dengan kehidupan saya sebagai Ibu tunggal? Saya akan menjawab, "Iya, tentu! Saya harus bahagia. Karena bahagia itu memang mesti diburu. Bukan ditunggu."

Adalah perjuangan panjang ketika harus berjibaku dengan masa-masa sulit membesarkan anak-anak seorang diri. Tapi saya tidak mau menyerah kalah. Saya selalu meletakkan rasa syukur di atas segalanya. Dan, dengan rasa syukur itu ternyata saya bisa melampaui keadaan sesulit apa pun.

Jadi bahagia Itu sesungguhnya dimulai dari diri sendiri. Selalu bersyukur menghadapi situasi dan kondisi apa pun merupakan biang dari bahagia. Setidaknya begitu menurut pemahaman saya.

Pernah merasa menjadi manusia paling terpuruk di dunia tapi kemudian saya menyadari bahwa setiap kejadian mesti dilihat dari sisi positifnya. Tuhan memberi cobaan dalam bentuk apa pun pasti ada hikmah yang bisa dipetik.

Selanjutnya, pelajaran terbaik saat menghadapi suatu masalah atau musibah, saya selalu mengingat kalimat ini; Tuhan menguji umatnya sesuai dengan kadar kemampuan yang dimiliki. Insyaalah jika kita sabar dan berikhtiar, semua akan baik-baik saja.

Bahagia Diberi Kesempatan Menjadi "Mendadak Suster"

Di usia senja di mana anak-anak satu persatu mulai meninggalkan rumah, tentu saya tidak ingin kehilangan rasa bahagia itu. Saya tidak mau terjebak ke dalam sindrom sarang kosong atau empty nest syndrome yang kerap melanda orangtua, yang akan mengurangi rasa bahagia saya sebagai ibu.

Sudah menjadi hak anak-anak memilih dan belajar mengarungi kehidupan mereka masing-masing. Dan, kewajiban saya sebagai orangtua mendoakan yang terbaik bagi perjalanan hidup mereka. Saya juga senantiasa memberi dukungan sekuat kemampuan serta membuka pintu rumah lebar-lebarnya jika sesekali mereka ingin bertandang menjenguk saya.

Hidup ini teramat singkat. Kita tidak tahu sampai kapan diberi kesempatan untuk terus menikmatinya. Senyampang masih ada waktu dan kesempatan untuk menciptakan rasa bahagia, mari kita lakukan!

Bersyukur, seiring dengan berjalannya waktu Tuhan masih memberi kesempatan kepada saya untuk meraih bahagia dengan cara yang sungguh tidak pernah terpikirkan. "Mendadak Suster", merupakan kebahagiaan yang sungguh surprise di sepanjang perjalanan hidup saya.

Yup. Ketika di luar sana banyak orang kehilangan pekerjaan di masa pandemi ini, saya justru mendapat pekerjaan mendampingi Dokter yang notabene beliau adalah Dokter keluarga. Suatu rezeki yang patut disyukuri. Tuhan telah mengangkat derajat saya dari seorang pasien menjadi perawat pasien.

Rasa syukur itu tentu saja harus saya wujudkan dalam bentuk yang nyata. Yakni dengan melecut semangat untuk mengabdi dan bekerja sebaik-baiknya, memberi pelayanan kepada pasien semaksimal mungkin, senantiasa bersikap ramah, berbagi senyum, dan sigap membantu.

Berkecimpung di dunia medis yang sehari-hari bertemu orang dengan beragam keluhan dan penyakit, secara tidak langsung menggiring nurani saya untuk senantiasa menanamkan dan memelihara ini --- lagi-lagi rasa syukur!

Betapa banyak orang yang kesusahan hidupnya melebihi diri saya. Betapa tidak sedikit orang yang diberi sakit lebih parah dari diri saya. Bahkan saya menjadi saksi nyata betapa mereka harus berjuang lebih gigih daripada saya untuk mencapai kesembuhan.

Alangkah naifnya jika saya menutup mata atas segala nikmat dan karunia kesehatan dan rasa bahagia yang telah Tuhan beri.

Alhamdulillah.

"Terima kasih atas kunjungannya. Semoga lekas diberi kesembuhan."

Kalimat itu selalu saya ucapkan sebagai penghantar bagi pasien yang pamit usai menghadap meja Dokter. Bukan sekadar basa-basi. Melainkan doa yang  benar-benar tulus dari hati. Sebab saya tahu dan paham betul. Kebahagiaan terbesar seorang pasien adalah ketika ia merasa mendapat perhatian dan beroleh kesembuhan.

Mari menebar bahagia dengan cara yang kita mampu dan kita bisa!

***
Malang, 31 Desember 2020
Lilik Fatimah Azzahra

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun