"Berkaca mulu. Narsis amat! Awas cerminnya pecah!"Â
Seorang istri menegur suaminya yang pagi-pagi sudah sibuk mematut diri.
"Lah, situ juga. Dari tadi selfa-selfi. Itu juga narsis, tahu!" Sang suami berseru tidak mau kalahÂ
Dan, perdebatan kecil itu sepertinya tidak perlu berlanjut.
Narsis dalam Batas Wajar
Tidak dipungkiri nyaris dari kita pernah berperilaku narsis. Entah itu disengaja atau tidak.
Sebagai contoh. Saat melewati area parkir tidak sengaja kita melihat spion mobil entah milik siapa. Spontanitas kita mengintip spion tersebut untuk sekadar merapikan rambut, hijab, atau tersenyum-senyum kecil.
Atau, pas lewat di depan sebuah toko atau mall yang memiliki cermin besar, tahu-tahu kaki berhenti melangkah. Bukan untuk melihat-lihat barang yang tengah dipajang, melainkan melirik diri sendiri apakah masih rapi ataukah sudah berantakan.
Narsis berselfi ria pun demikian. Rasa-rasanya tidak afdol jika tidak mengabadikan wajah kita sendiri setiap mengunjungi suatu tempat. Cekrek!
Jangan khawatir. Perilaku narsis di atas masih tergolong wajar. Setiap orang berhak untuk menyenangkan diri. Yang penting saat melakukan tindakan narsis itu tidak berpotensi merugikan atau mengganggu kenyamanan orang lain