Senang? Tentu saja! Sebagai bocah zaman kalabendu, saya merasa begitu istimewa. Bayangkan. Saya sudah diserahi tanggung jawab mempelajari dan menghafal teks puisi dengan tema beragam. Bagi saya ini merupakan sebuah tantangan yang menyenangkan. Terutama jika puisi yang harus saya hafal kalimatnya panjang-panjang.
Menginjak remaja, berdeklamasi masih menjadi pilihan saya menyalurkan bakat seni. Selain menulis puisi tentunya.
Oh, iya. Sekadar bocoran. Saya menulis puisi pertama kali ketika duduk di kelas 5 SD. Saat itu saya menulis puisi untuk Ibu guru wali kelas yang akan pindah mengajar ke sekolah lain. Tidak tanggung-tanggung. Saya membuatkan beliau puisi satu buku penuh hanya dalam kurun waktu beberapa jam!
Lalu puisi kedua dan seterusnya untuk siapa? Nganu---saya menuliskan untuk si dia, cinta pertama saya. Ups!
Kembali ke hobi berdeklamasi. Di jenjang kelas lebih tinggi saya sering mewakili tampil ketika ada ajang lomba baca puisi. Alhamdulillah, saya bangga bisa ikut membawa nama baik sekolah.
Sekarang bagaimana? Di usia yang tidak muda lagi saya tetap suka membaca puisi. Meski kadar dan medianya berbeda.
Saya tidak lagi membaca puisi di depan kelas atau di atas panggung. Saya (kadang-kadang), membaca puisi-puisi karya sendiri di dalam kamar lalu meng-upload-nya di YouTube. Kegiatan ini saya lakukan sekadar untuk hiburan dan menolak lupa.
Berikut ccontoh visualisasi puisi saya yang sudah tayang. Silakan intip dan subscribe, yaa.
Untuk Menjadi Aku yang Sekarang
Untuk menjadi kupu-kupu, ulat bulu telah melewati fase bernama kepompong
Untuk menjadi bersinar, matahari mesti rela dipingit di dalam ruang gelap dan kosong