Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Prasasti Kehidupan Itu Bernama Ibu

22 November 2020   06:34 Diperbarui: 22 November 2020   07:32 243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Shutterstock


"Nak, ingat yaa. Surga itu berada di bawah telapak kaki Ibu."

Lalu bocah-bocah itu berlarian, berebut menyentuh kaki Ibu mereka berusaha mencari surga yang tersembunyi di sana. Tapi tidak ditemukan.

Kisah di atas pernah terjadi pula pada anak-anak saya. Ketika masih kecil-kecil. Mereka menyangka "surga" benar-benar bisa dilihat dari telapak kaki seorang Ibu.

Dan, tugas saya adalah menjelaskan bahwa "surga di bawah telapak kaki Ibu" adalah hadist Nabi untuk menggambarkan betapa tinggi derajat seorang Ibu. Serta menghormati dan memuliakannya hukumnya adalah wajib.

Seorang Ibu sepintas memang terlihat lemah. Namun sesungguhnya ia terlahir untuk menjadi kuat. 

Mari kita telaah barang sejenak kekuatan seorang Ibu. Dari fase mengandung, melahirkan, menyusui, hingga membimbing dan membesarkan anak-anaknya, siapa yang mampu mengemban tugas seberat itu selain seorang Ibu?

Bicara mengenai sosok Ibu memang tidak akan pernah ada habisnya. Banyak contoh yang bisa kita dijadikan suri tauladan dan panutan.

Semisal kisah Siti Hajar---Ibu dari Nabi Ismail. Bagaimana ia harus berjuang saat melahirkan di tengah gurun pasir yang tandus. Bagaimana ia mesti berlari ke sana ke mari Demi mencari sumber air untuk bayinya yang menangis kehausan.

Keteladan lain bisa kita temukan dari kisah Fatimah Azzahra, putri kesayangan Rasulullah.

Dikisahkan, suatu hari Fatimah, istri Ali bin Abi Thalib itu mengeluh lelah menjadi Ibu yang harus melakukan sendiri semua pekerjaan rumah, di samping harus mengasuh anak-anaknya yang masih kecil-kecil. Keluhan itu diungkapkan ketika Baginda Rasulullah datang berkunjung ke rumahnya.

"Ayahanda, sampaikan kepada suamiku---Ali, agar ia mencarikan seorang budak untuk membantu pekerjaanku."

Dengan bijak dan penuh kasih Rasulullah berkata, "Wahai, putriku. Seorang Ibu yang ikhlas mengurusi pekerjaan rumah tangganya, mencucikan pakaian dan menyisir rambut anak-anaknya, menggiling gandum untuk sarapan anak-anak dan suaminya, sesungguhnya ia telah membangun pondasi rumah tinggalnya kelak di surga."

Mendengar ucapan Ayahandanya itu seketika menangislah Fatimah. Ia menyesal dan berjanji tidak akan berkeluh kesah lagi terhadap tugas mulia yang telah diembankan kepadanya. Yang di dalamnya Allah telah menjanjikan kemuliaan setimpal untuknya kelak di surga.

Begitu istimewa kedudukan seorang Ibu hingga sepanjang zaman beragam pujian dan ungkapan indah tak putus tertuju kepadanya.

Sekalipun sesungguhnya seorang Ibu tidak pernah mengharapkan dirinya beroleh imbalan pujian atau balas jasa.

Saya jadi teringat lagu masa kanak-kanak dulu.

Kasih Ibu kepada beta
Tak terhingga sepanjang masa
Hanya memberi tak harap kembali
Bagai sang surya menyinari dunia

Pernahkah kita mendengar seorang Ibu meminta bayaran atau upah atas perjuangannya selama membimbing dan membesarkan anak-anaknya? Tidak pernah, bukan?

Jikalaupun seandainya ada, tidak akan mungkin seorang anak mampu membalas jasa-jasa Ibunya. Sekalipun seluruh isi dunia ini dipersembahkan di hadapannya untuk membayar kasih sayang dan pengorbanan yang telah ia berikan, tidak akan pernah lunas!

Muliakan Ibumu Maka Keberkahan Akan Mengiringimu

Pernah membaca kisah seorang Chairul Tanjung, si anak singkong yang sukses menjadi pengusaha ternama? Ia begitu memuliakan Ibunya. Karena ia yakin dan percaya, berkat doa terbaik Ibunya-lah kesuksesan hidupnya bisa diraih.

Juga Presiden Jokowi. Beliau sangat menyayangi, menghormati, dan memuliakan Ibundanya. 

Tidak berlebihan kiranya perlakuan seorang Chairul Tanjung dan Jokowi. Sebab memang demikianlah kenyataannya. Doa Ibu adalah jembatan paling mustajabah untuk menghantar segala keinginan dan cita-cita mulia anak-anaknya.

Selain kemustajabahan doa-doanya, keberadaan sosok Ibu di sisi anak-anaknya ibarat malaikat tanpa sayap. Ibu tempat kita mengadu segala keluh. Elus lembut tangan Ibu adalah obat paling mujarab bagi hati yang dilanda gundah gulana. Ibu adalah telaga kasih yang tak kunjung kering. Sekaligus prasasti kehidupan yang tak pernah lekang dimakan usia.

Dari sosok Ibu kita bisa belajar banyak. Belajar tentang pengorbanan, keikhlasan, kesabaran, dan ketegaran menjalani hidup.

Berbahagialah kita yang masih memiliki seorang Ibu. Karena dari bibir dan hati beliau senantiasa mengalir doa-doa. Doa terbaik untuk dipanjatkan di sepanjang waktu bagi anak-anak yang telah dilahirkannya.

Selamat memuliakan Ibu kita. Sebab surga tak akan pernah beranjak dari bawah telapak kakinya.

***
Malang, 22 November 2020
Lilik Fatimah Azzahra

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun