Aswatama menghela napas panjang. Ini burung kesekian yang mati di tangannya. Apakah kelak Banowati harus mati di tangannya pula?
***
Sementara itu Banowati tertegun ketika mendengar kabar bahwa Ayahanda---Prabu Salya telah menerima pinangan Duryudana.Â
Tergesa Banowati menemui Ayahandanya di balairung. Lalu dengan suara tercekat ia menyampaikan bahwa dirinya sama sekali tidak mencintai lelaki keturunan Kurawa itu.
"Cinta bisa datang belakangan, Nduk. Percayalah. Witing tresna jalaran saka kulina. Tumbuhnya cinta karena terbiasa. Terbiasa bertemu, terbiasa melayani, dan..." Prabu Salya berusaha membujuk Banowati.
"Baiklah Rama Prabu. Ananda bersedia menjadi istri Duryudana. Tapi ada syaratnya."
"Katakan."
"Syaratnya adalah, saat malam midodareni nanti yang memandikan Ananda haruslah Kangmas Arjuna!"
Kata-kata Banowati itu didengar pula oleh Aswatama. Dan, entah mengapa cinta yang tumbuh mekar di dada putra guru Drona itu mendadak berubah menjadi dendam.
Seekor gagak hitam terbang melintas di langit Mandaraka. Aswatama merapatkan rahangnya kuat-kuat. Diangkatnya tinggi-tinggi busur anak panah dengan tangan gemetar.
Pagi ini semakin yakin ia. Kelak hidup Banowati akan berakhir di tangannya.
Tunggu saja!