Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Hantu PKI

1 Oktober 2020   05:08 Diperbarui: 1 Oktober 2020   06:12 384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: selipan.com

Akhir September. Saat yang tepat bagi para hantu untuk memasang propaganda dan slogan-slogan di pinggir jalan, menakuti-nakuti masyarakat. Juga momen yang bagus untuk mengembuskan isu agar setiap orang saling curiga satu sama lain.

Tak terkecuali Ratmo. Laki-laki usia empat puluhan itu sejak pagi memilih mengurung diri di dalam kamar. Menolak bertemu siapa pun. Termasuk bertemu Sumi, istrinya sendiri.

"Takut apa sih, Kang?" Sumi bertanya lantang sembari menggedor pintu yang dikunci rapat-rapat dari dalam.

"Takut hantu!" Ratmo menjawab tak kalah lantang.

"Han-tu? Mana ada hantu di siang bolong begini?" Sumi menengok kanan kiri. Ia mulai cemas. Jangan-jangan telah terjadi sesuatu terhadap diri suaminya.

Ya, Sumi patut menaruh curiga. Sejak kegagalan mencari pesugihan di Gunung Kawi tempo hari, perilaku Ratmo berubah menjadi agak aneh.

Digedornya pintu kamar sekali lagi. Kali ini tidak ada sahutan. Sumi hanya melihat secarik kertas tersembul dari bawah pintu.

Sumi gegas meraih kertas itu dan membacanya.

"Waspadalah! Hantu PKI sudah mulai beraksi!"

Hantu PKI? Sumi mengernyitkan alis. Hantu apa pula ini?

Sejenak otak perempuan beranak tiga itu berputar keras, sibuk mencari jawaban. Sampai kemudian tangannya yang mungil mengepal kuat.

Yes!

Tanpa menunda-nunda waktu lagi Sumi berjalan menuju ke arah gudang. Ia sudah memutuskan untuk melakukan sesuatu. Ya, sesuatu yang akan membebaskan suaminya dari rasa ketakutan.

***
Sumi sudah tiba di pekuburan yang terletak tidak jauh dari rumahnya. Matanya yang bulat mengawasi sekeliling. Sebilah golok tajam tergenggam erat di tangan kanannya.

Begitu pandangannya tertumbuk pada sesuatu yang diincarnya, perempuan itu gegas mempercepat langkah.

"Cras! Cras!" Sabetan golok terdengar berulang mengenai sesuatu yang selama ini dipercaya sebagai lambang pekuburan itu. Tanpa ampun.

Dua puluh menit kemudian, Sumi berhasil menyelesaikan pekerjaannya. Ia menarik napas lega, menyeka peluh yang membasahi kening, dan melangkah ringan menuju pulang.

"Kang, hantu PKI-nya sudah aku bantai! Sampai ke akar-akarnya pisan!" Ia berseru lantang seraya menggedor-gedor pintu kamar di mana suaminya masih mengunci diri.

Ratmo yang sedang asyik meringkuk di balik selimut sontak terlonjak bangun. 

Apa?! Sumi berhasil mengusir hantu PKI?

Setengah melompat Ratmo membuka pintu kamar. Dilihatnya Sumi sudah berdiri menghadangnya sembari mengacung-acungkan golok tepat di depan batang hidungnya.

"Pohon Kamboja Induk sudah aku tebang! Jangan bermalas-malasan lagi! Buruan sana cari kerja! Nggak usah alasan macam-macam. Takut Corona-lah, takut hantu PKI-lah. Ingat, ada perut anak-anak yang harus diisi!" Sumi mengomelinya habis-habisan.

Ratmo tak berkutik. Modus untuk ikut-ikutan mengembuskan isu hantu PKI, gagal sudah.

***
Malang, 01 Oktober 2020
Lilik Fatimah Azzahra

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun