Mendadak saya merasa ada sesuatu yang hilang dalam diri saya. Entah apa. Yang pasti saya merasakan hati saya kosong dan hampa.Â
Kesedihan kian bertambah manakala menyadari bahwa pasti Allah sangat murka dan membenci saya karena saya telah melakukan sesuatu yang tidak Ia sukai.
Ya. Perceraian adalah perbuatan halal yang tidak disukai Allah.
Saya segera beristigfar. Memohon ampun kepadaNya. Â
Selanjutnya saya gegas mengalihkan perhatian ke arah anak-anak, yang kala itu masih kecil-kecil. Tentu mereka lebih membutuhkan perhatian pascaperceraian kedua orangtuanya ketimbang diri saya sendiri.
Alasan itulah---keberadaan anak-anak, yang membuat saya segera bangkit dari keterpurukan, mengenyahkan segala kesedihan, dan menukarnya dengan harapan-harapan baru. Dan, tentu saja untuk meraih harapan-harapan baru itu butuh perjuangan yang tidak mudah.
Bercerai adalah Pengalaman Hidup yang Tidak Ingin Saya Ulangi
Hidup ini memang selalu dipenuhi oleh kejutan-kejutan. Dulu saya menikah di usia sangat muda, bercerai pun di usia yang tergolong muda.
Lantas apa yang bisa dipetik dari pengalaman pahit namun berharga itu?
Banyak sekali.
Di antaranya; Jikalau waktu bisa diputar kembali, saya tidak ingin mengenal apa itu kata cerai. Apa itu hati yang berkhianat. Apa itu dusta, dan lain-lain.Â