***
Tanpa terasa waktu terus bergulir. Hari datang silih berganti seperti roda pedati yang berputar.
Demikian juga dengan pasien-pasien yang berkunjung ke klinik. Kapan waktu mereka harus kembali bertemu dokter sudah menjadi semacam siklus. Berputar sesuai dengan jadwalnya masing-masing.
Dan, di antara sekian banyak pasien yang kembali menemui dokter, adalah seorang pria berusia kisaran empat puluh tahun. Yang harus berkunjung ke klinik di setiap akhir bulan.
Oh, iya. Tersebab aku baru tiga bulan bekerja membantu dokter, jadi belum hafal betul satu persatu nama-nama pasien yang jumlahnya tidak terhitung.
Begitu juga dengan pasien pria itu. Aku harus bertanya ulang siapa namanya ketika suatu hari ia datang menghadap ke mejaku.
"Dengan Bapak siapa, ya?"
"Ah, rupanya kamu sudah melupakan namaku."
"Maaf. Saya benar-benar tidak bisa mengingat siapa nama Bapak."
"Ya, sudahlah. Tidak apa-apa. Siapkan saja kartuku. Nomor 13." Laki-laki itu menatap ke arahku sejenak. Dengan sorot mata dingin.
Jantungku mendadak berdegup kencang. Merasa sedikit gugup.Â
Pasien itu, mengapa ia menatapku begitu?