"Sudahlah Sherlick. Hilangnya Nona Scott jelas-jelas tidak ada hubungannya dengan pendeta itu." Jhon mencoba membaca pikiranku.
"Aku masih meragukan apa yang baru saja kulihat, Jhon. Dan kau paham apa artinya itu, bukan?" aku menatap Jhon sejenak. Sepupuku itu akhirnya mengangguk meski tampak ada sedikit kebingungan terpancar dari sorot matanya.
"Baiklah. Lupakan soal mayat pria tua itu, Jhon. Sekarang mari bergegas pergi menemui tukang pembuat peti mati yang alamatnya sudah berada di dalam kantong celanaku," aku menepuk pundak Jhon perlahan. Sangat perlahan.
***
Tidak butuh waktu lama untuk menggali keterangan dari tukang jasa pembuat peti mati yang kami datangi. Aku pun segera mencatat hal-hal penting yang disampaikannya, baik-baik, di dalam kepalaku.
"Kita kembali ke rumah pendeta itu, Jhon! Kita periksa sekali lagi peti matinya!"
"Itu berarti akan terjadi keributan lagi, Sherlick. Lalu polisi akan benar-benar menangkap kita."
Aku tidak menggubris kata-kata Jhon. Aku lebih peduli pada otakku yang fokus memikirkan satu hal.Â
Keselamatan seseorang. Yup, Nona Scott!
***
Kami nyaris terlambat. Mobil Tuan Martin sudah menggerung di halaman, siap untuk berangkat ke tempat pemakaman ketika kami tiba.
"Stop! Hentikan!" Aku merampas kunci mobil dari tangan pendeta setengah umur itu. Lalu dengan sigap Jhon meringkus pria bertubuh kekar itu menggunakan borgol. Selanjutnya, tanpa membuang waktu Jhon melompat ke dalam mobil untuk membongkar peti mati yang sudah tertutup rapat.
Mula-mula tampak mayat pria tua itu lagi. Tapi kali ini, atas perintahku, Jhon mengeluarkan mayat Tuan Fredy dan bergerak cepat mencongkel sekat kayu di bawahnya.