Terkadang aku kesal padamu. Mengapa kamu tidak pernah menunjukkan sikap mesra terhadapku? Kamu tidak menggandeng tanganku di depan umum seperti yang biasa dilakukan oleh para pria yang mencintai kekasihnya. Kamu juga tidak pernah bilang I love you atau memanggilku dengan sebutan sayang.
Kamu biasa-biasa saja.
Saat kita bertemu, kamu hanya menatapku sesaat. Lalu mengajakku berbincang tentang hal-hal yang menurutku sama sekali tidak menarik. Kamu bicara tentang urusan kantor, meeting, dan lain-lain yang sama sekali tidak kumengeri.
"Pekerjaanku belakangan ini menumpuk," ucapmu suatu senja saat bertandang ke rumahku.
"Jadi itu alasannya kenapa kamu lama tidak datang ke mari?" sergahku ketus.
"Bukan, bukan seperti itu."
"Aku ingin kita makan malam di luar," ujarku  setengah merajuk.
"Aku lebih suka makan malam di sini. Bersamamu. Apalagi kalau kamu yang masak. Pasti enak," kamu menyahut seraya meraih ponsel yang berdering dari dalam saku jaketmu.
"Sebentar, ya..." kamu menjauh. Menjawab telpon yang masuk dan bicara cukup lama.
Hhh...
Rasa dongkol membuat aku diam-diam meninggalkanmu menuju ruang kerja.
***
Di depan laptop aku merutuk. Apes, sungguh apes. Punya kekasih sama sekali tidak romantis.Â
Sebenarnya kamu itu sayang padaku atau tidak sih?
Beruntung aku memiliki tempat pelarian yang mengasyikkan. Menulis. Setiap kali aku kesal atau marah padamu, buru-buru aku menumpahkannya dalam bentuk tulisan. Entah itu berupa puisi atau cerita fiksi yang mampu mengalihkan perasaan tidak nyamanku terhadapmu.
"Masih lama?" suaramu tetiba mengagetkanku. Rupanya sejak tadi kamu berdiri di belakangku.
"Sebentar. Jangan ganggu konsentrasiku!" aku menepis tanganmu yang terulur. Kamu mundur beberapa langkah. Lalu duduk di atas sofa yang terletak tepat di belakangku, tanpa bersuara.
Selang satu jam kemudian, pekerjaanku rampung. Kulihat kamu masih belum beranjak dari kursimu. Kedua matamu rapat terpejam.
Saat itulah tanpa sengaja. kupandangi wajahmu yang tirus berlama-lama.Â
Benarkah kamu tidak memiliki perhatian terhadapku? Benarkah kamu kekasih yang tidak romantis?
Aku sibuk mencari-cari jawaban itu.
Pada menit kesekian aku terkesima. Aku baru menyadari, sebenarnya dirimu adalah kekasih yang romantis dan baik hati. Buktinya, kamu lebih suka makan malam di rumah bersamaku. Kamu selalu bilang masakanku paling enak. Padahal aku bukan perempuan yang pintar memasak.
Satu lagi, kamu selalu menungguiku dengan sabar setiap kali aku harus menyelesaikan sebuah tulisan. Bukankah kesabaran hanya dimiliki oleh seseorang yang benar-benar menyayangi kita?
Rasa bersalah serta merta menghinggapi relung hatiku. Aku sudah keliru menilaimu. Selama ini aku kurang peka membaca caramu mencintaiku.
Perlahan kusentuh dagumu. Membuatmu terbangun.
"Aku ketiduran, ya?" kamu beringsut membetulkan posisi dudukmu.
"Kubuatkan kopi manis dulu, ya..." aku tersenyum sebagai ungkapan permintaan maaf. Kamu mengangguk, membalas senyumku dengan mata berbinar.
Saat itulah diam-diam kutemukan. Sebuah ketulusan cinta, pada sorot matamu---yang tak pantas untuk kuragukan lagi.
***
Malang, 27 Maret 2020
Lilik Fatimah Azzahra
Note: Cerpen ini terinspirasi dari lagu yang dinyanyikan oleh Judika. Cinta karena Cinta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H