"Bunga? Tumben kamu yang angkat. Kamu rindu, ya?"
"Jangan kepedean kamu."
Saya menjawab dengan wajah tersipu. Sejujurnya saya memang sedang rindu. Hati saya dag dig dug mendengar suaranya.
"Apa tawaran saya tahun lalu masih berlaku? Kamu mau jadi pacar saya?"
"Maksa banget sih kamu! Iya, deh, oke. Aku menerima kamu! Puas?"
Di seberang sana saya mendengar suara pemuda itu tertawa. Dan sebenarnya hati saya pun ikut tertawa.
Mendadak perasaan saya perlahan mulai menghangat. Saya merasa surprise. Duh, akhirnya malam ini saya memiliki pacar. Sungguh, seperti mimpi namun nyata adanya.
Esoknya, pagi-pagi benar Mentari mengetuk pintu rumah saya. Tidak seperti biasanya, kali ini dia datang tanpa menelpon terlebih dulu.
Saya melihat Mentari seperti sedang kebingungan. Saya menyuruhnya duduk dan memberinya secangkir teh hangat.
"Semalam Abang kecelakaan tapi keadaannya sudah membaik. Sementara temannya---Kak Kumbang, meninggal."
Deg. Saya tak ingin mempercayai kata-kata Mentari. Saya bahkan ingin menceritakan bahwa semalam saya baru saja jadian dengan Kumbang.