Menurut Pak Yose, secara tidak sengaja bongkahan batu bata tersebut terkeruk oleh mesin traktor jauh di dalam tanah. Disinyalir batu bata itu merupakan salah satu bagian dari situs peninggalan kerajaan Singhasari yang terpencar di sekitar Kota Malang.
Selanjutnya langkah kami bergeser sedikit ke arah samping. Di sini saya melihat pajangan beragam senjata pusaka. Ada keris, pedang dan tombak.
Sembari mengambil gambar, saya hidmat mendengarkan penjelasan Pak Yose mengenai keberadaan senjata-senjata pusaka tersebut.
Menurut pria yang masih aktif sebagai pegawai Pemkab Kota itu, keris-keris dan benda-benda pusaka lainnya bukankah milik museum sendiri. Sebagian benda merupakan barang pinjaman. Ada beberapa kolektor yang berbaik hati menitipkan benda pusaka bertuah milik mereka (entah dari mana mereka mendapatkannya) di Museum Singhasari ini.
Juga ada sebagian sumbangsih milik warga setempat.
Bicara soal patung-patung dan artefak, ada rasa sesak di dalam dada. Bukan rahasia umum bahwa situs-situs peninggalan kerajaan masa lalu---termasuk Kerajaan Singhasari, banyak yang berada di negeri kincir angin.
Selanjutnya, layaknya seorang pendongeng profesional, dengan lancar Pak Yose menuturkan kembali alur kisah diorama itu. Mulai dari Ken Arok saat baru tiba di Tumapel sebagai abdi dalem, hingga kisah terbunuhnya Tunggul Ametung oleh keris buatan Mpu Gandring yang amat melegenda itu.