Setelah berjalan lebih dari setengah jam, barulah kami menyadari, tidak terdapat tanda-tanda kami akan segera menemukan lokasi yang hendak dituju. Jalanan terlihat sangat sepi. Mamring. Sepertinya hanya kami berdua yang melintasi jalan panjang di lereng Gunung Arjuno sebelah timur tersebut.Â
Untuk mengusir rasa was-was yang mulai menyelinap, sesekali kami bersenda gurau. Berpantun ria atau berpuisi.Â
Satu jam sudah kami berjalan. Matahari kian meninggi. Keringat mulai bercucuran. Sementara nyamuk-nyamuk hutan satu persatu mulai datang mengerubuti kami. Sempat terlintas dalam pikiran untuk kembali turun ke desa alias balik kucing.
Untunglah setengah jam kemudian, di tikungan jalan kami berpapasan dengan sepasang suami istri yang mengendarai motor. Jurus bertanya kami gunakan lagi. Dan jawabannya, "Gunung Mujur? Wah, itu masih jauh, Mbak!"
Duh, kami pun berpandangan. Demi menghibur diri saya berseloroh kepada Mbak Rini, "Apa sebaiknya dirimu turun ambil motor, Te? Biar aku menunggu di sini."
Tapi tunggu! Kami ini Emak-emak pejuang tangguh. Pantang menyerah apapun yang terjadi.
Maka perjalanan harus tetap dilanjutkan. Dan, horeee...! Tak berapa lama kami melihat beberapa motor terparkir di sekitar area kebun kopi. Saya dan Mbak Rini berhenti sejenak. Melepas lelah. Duduk di atas sadel motor yang entah siapa dan kemana para pemiliknya.
Sekitar seratus meter, kami mendengar suara orang bercakap-cakap. Kiranya di atas kebun kopi sekelompok Bapak-bapak sedang memperhatikan kami. Dengan bersemangat kami bertanya lagi. Alhamdulillah, jawaban kali ini membuat kami lega. Lokasi Gunung Mujur sudah dekat.
"Pak, nanti pas turun ke desa, Â kami minta tolong dibonceng nggiiih...!" saya berseru riang. Dan, Bapak-bapak itu menyanggupi.