"Kau tidak sedang membicarakan masalahmu sendiri, bukan?" Laquita beranjak bangun. Menelisik wajah kakaknya baik-baik. Dan ia baru menyadari, wajah cantik di hadapannya itu terlihat begitu tertekan.
"Kau sepertinya butuh rileks, Inta. Kusarankan padamu, pergilah bersenang-senang. Akhir-akhir ini kulihat kau terlalu sibuk dengan pekerjaanmu," Laquita berkata bersungguh-sungguh.
"Kau mau menemaniku?" Inta mencondongkan badan. Meraih guling di dekat kaki adiknya, lalu memeluknya.
"Tunggu. Aku lihat jadwal kuliahku dulu."
Laquita berdiri. Membuka laci meja yang terletak di sudut kamar, mengambil note book dan mengamati catatan kecil yang berderet rapi di sana.
"Pekan ini aku bisa mengantarmu, Inta. Tapi hanya mengantarmu. Aku tidak bisa menemanimu."
***
Pilihan jatuh pada Wooden House yang terletak di ketinggian 1.340 mdpl. Selain lokasinya tidak terlalu jauh, masih di dalam lingkungan kota tempat tinggal, fasilitas yang ditawarkan pun cukup memadai. Deborah yang merekomendasikan tempat itu, ia telah beberapa kali berkunjung dan menginap di sana.
"Kau nge-date lagi malam ini, Quit?" Inta bertanya. Laquita mengangguk.
"Tapi aku ingin mengantarmu dulu."
"Sorry, aku merepotkanmu."