"Minum," akhirnya aku bersuara. Dan sebotol air mineral disodorkan ke arahku. Kuteguk dengan beringas. Dan pada tegukan terakhir, byuuurrrr!!!
Kusemprotkan air dalam mulutku tepat ke wajah kedua polisi itu.
***
Bagaimana caraku membunuhmu, Syahrul?Â
Bhahahaha....Aku tertawa. Sungguh lucu. Tak seorang pun yang bisa mengoreknya. Tidak juga dua polisi bodoh itu!
Tapi ingatanku cukup segar, Syahrul. Jika sekadar mengingat bagaimana caraku mengenyahkanmu---dengan elegan, aku tak perlu mengobrak-abrik isi kepala.
Mengenyahkan? Ah, kukira kata itu kurang tepat. Bagaimana kalau kupakai saja istilah menghilangkan? Ya! Menghilangkan! Seperti jawaban yang selalu kau katakan saat aku birahi menghitung detak jantungmuÂ
Tawaku kian mengencang. Memenuhi ruangan yang sempit dan lembab.
Oh, ternyata aku salah Syahrul. Aku tidak sedang tertawa. Aku mengerang!
Sialan! Darah itu kembali mengalir dari lambung sebelah kiriku. Darah berbau anyir. Darah yang muncrat akibat tusukan belati yang beberapa waktu lalu berhasil kau hujamkan.
Arrrggghhh....