***
Kendaraan berwarna putih itu meluncur dengan kecepatan tinggi menuju arah selatan. Melewati jalanan menanjak dan berliku. Membuat tubuh kaku di jok belakang berkali terlonjak dan nyaris terjatuh.Â
"Kau kejam Aliz! Tega meninggalkan aku secepat ini. Siapa lagi yang akan mencium lembut ujung kakiku saat aku terbangun di pagi hari?" Daeng Aman membanting setir ke kiri dengan kasar. Terdengar roda mobil mendecit keras.
Sampai akhirnya mobil berhenti di dataran yang cukup tinggi.Â
"Maafkan aku Aliz. Aku terpaksa melakukannya," Daeng Arman turun perlahan. Meraih tubuh kaku itu dan membawanya berdiri tepat di bibir jurang.
"Selamat tinggal, Alizku sayang," laki-laki itu mendaratkan satu kecupan sebagai penghormatan terakhir. Setelahnya, dengan sekali hentak ia melontarkan tubuh mungil itu hingga berguling-guling dan menghilang di dasar jurang.
Ponsel berdering.
 "Daeng! Apa yang sudah kau lakukan? Kembalikan mobil ambulans itu! Atau polisi akan segera menangkapmu!"
Itu suara Rara. Kekasihnya.
Daeng Arman tersenyum. Sembari berjalan menuju mobil ia menanggapi omelan Rara dengan santai.
"Honey, aku hanya meminjam mobil ambulans itu sebentar untuk membuang mayat Aliz."