Danau.Â
Yup. Nun jauh di sana. Di sebuah tempat yang tersembunyi dari keriuhan, di antara rerimbunan pepohonan Gimbal Alas, terdapat sebuah danau yang fenomenal. Danau cantik itu bernama Danau Ranu Pani.
Ketika Mas Andi--salah seorang panitia mengajak berkeliling area danau, kami berdiri takjub. Tak mampu berkata-kata menyaksikan keindahan alam yang disuguhkan.Â
Air danau tampak begitu tenang. Bening seperti cermin. Sesekali semilir angin menyentuh, menggetarkan permukaannya. Tidak seluruhnya. Hanya sebagian.
di atas wajahmu yang bening, senja berjatuhan
di hela nafasmu yang hening, rasa syukur berhamburan
inikah potret indah negeriku?kugenggam tanya itu, ingin kubasuh hati yang berdebu
dengan senyum anggun yang sempat kau sembunyikan.
senyum yang beberapa kali nyaris terbunuholeh tajamnya mata pedang yang disarung para pemuja durjana
Kalau saja suhu udara yang semula 12 derajat celcius tidak merambah ke angka 10, barangkali akan lahir anak-anak puisi tak berkesudahan. Rasa dingin yang menggigit itulah yang membuat kami bergegas meninggalkan lokasi dengan langkah setengah berlari sembari mendesis untuk mengusir hawa dingin.
Waktu terus bergulir. Sekitar pukul 20.00 WIB tiba giliran Band C4--yang notabene personilnya para kawula muda dan kebetulan ada anak laki-laki saya di sana, harus naik pentas. Dan mereka bukanlah satu-satunya band pengisi panggung di malam itu. Ada puluhan seniman yang sedari pagi sudah berunjuk kebolehan.