Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Seni Topeng Malang Asmoro Bangun, Tak Gentar Walau Melangkah Sendirian

28 Juli 2019   13:52 Diperbarui: 28 Juli 2019   17:55 324
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sanggar tari Asmoro Bangun. Foto dokpri diambil dari arsip padepokan.

Bagi warga Kota Malang dan sekitarnya, nama Padepokan Seni Topeng Asmoro Bangun sudah tidak asing lagi. Padepokan yang berlokasi di daerah Pakis Aji, tepatnya di Jalan Prajurit Slamet 79 Dukuh Kedung Monggo ini, memang merupakan salah satu pusat seni pembuatan topeng malangan yang patut diperhitungkan.

Sabtu kemarin, ditemani anak-anak, saya menyempatkan diri berkunjung ke sana. Dan rasa takjub sontak menghinggapi perasaan saya begitu memasuki area padepokan yang asri.

Padepokan Topeng Asmoro Bangun. Foto dokpri.
Padepokan Topeng Asmoro Bangun. Foto dokpri.

Antara Mbah Karimun dan Handoyo, Generasi ke-5 Padepokan Seni Topeng Malangan Asmoro Bangun
Sementara anak-anak heboh melihat-lihat karya seni topeng dengan beragam ekspresi yang dipajang di sana sini, saya memilih duduk meringkuk di sebuah kursi yang terbuat dari bambu. Mengamati seorang lelaki muda berwajah tenang duduk di atas dingklik kecil. Ia tampak sama sekali tidak terganggu oleh kehadiran kami--tamu-tamunya.

Lelaki itu asyik berkutat dengan pekerjaannya. Jemarinya yang lincah sibuk mengecat topeng-topeng mini yang bergeletakan di hadapannya. Ia terampil melukis alis. Menggores kumis. Dan sesekali bibirnya tersenyum melihat keriuhan anak-anak yang berebut mencoba mengenakan topeng-topeng hasil karyanya.

Saya pun akhirnya tidak tahan untuk tidak membuka percakapan dengan lelaki muda tersebut.

Namanya Handoyo. Usianya 42 tahun. Handoyo merupakan generasi ke-5 dari urutan silsilah pemilik Padepokan Seni Topeng Asmoro Bangun yang didirikan sejak tahun 1990 ini.

Menurut Handoyo, seni topeng malangan ini pernah mencapai masa kejayaannya di tangan sang kakek---Mbah Karimun (alm) yang memegang padepokan pada tahun 2007. Bahkan Mbah Karimun satu-satunya seniman yang mendapatkan gelar sebagai Maestro Topeng Malangan yang pernah ada di zamannya.

Foto dokpri.Mbah Karimun (alm) sang maestro topeg malangan.
Foto dokpri.Mbah Karimun (alm) sang maestro topeg malangan.

Ada hal yang menarik saat mencermati sosok Handoyo, cucu paling bungsu Mbah Karimun ini. Dari segi penampilannya. Ia terlihat biasa saja. Sekilas tidak menampakkan bahwa dirinya adalah seorang seniman.

Namun di balik kesederhanaannya itu, Handoyo ternyata memiliki jiwa seni yang luar biasa. Ia seorang seniman yang serba bisa. Handoyo tidak saja mewarisi keterampilan memahat seni topeng, tapi ia juga menguasai seni tari topeng malangan secara piawai.

"Pada awalnya saya adalah seorang penari topeng. Sampai suatu hari Mbah Karimun menyampaikan amanat kepada saya. Bahwa dalam menggeluti dunia seni, jangan hanya menguasai satu bidang saja. Belajarlah hal yang lain. Kembangkan sayap seluas-luasnya," imbuh lelaki yang mampu membuat topeng malangan ini sebanyak 20 buah dalam sehari.

Handoyo penerus Mbah Karimun. Foto dokpri.
Handoyo penerus Mbah Karimun. Foto dokpri.
Sungguh mencengangkan. Di era generasi milenial seperti ini, di mana sebagian besar paramuda cenderung tergiur bekerja di perkantoran atau perusahaan, Handoyo tidak ragu menjatuhkan pilihannya pada dunia seni yang diwariskan oleh kakeknya.

Seni Itu Tumbuh di Dalam Jiwa Bukan pada Penampilan
Handoyo tertawa ketika saya menanyakan mengapa ia tidak memanjangkan rambutnya atau berpenampilan ala para seniman yang serba nyentrik.

"Saya ingin tampil apa adanya. Karena bagi saya seni itu tumbuh di dalam jiwa. Tanpa harus menunjukkan diri yang sok nyeni seorang seniman sejati mampu menunjukkan siapa dirinya." Begitu tutur lelaki yang pernah mengawal rombongan anak didiknya ini tampil menari topeng atas undangan pemerintahan negara Rusia dan Thailand.

Dan ketika saya bertanya tentang kendala apa yang saat ini dihadapi dalam rangka mempertahankan dan melestarikan warisan seni pembuatan topeng malangan ini, Handoyo menyahut, 

"Sulitnya memperkenalkan dunia seni ini kepada paramuda. Kebanyakan dari mereka berpikir tentang besar kecilnya penghasilan. Tidak yakin bahwa seni bisa menghasilkan uang selayaknya pekerjaan di bidang lain. Padahal kalau boleh jujur, dengan usaha pembuatan seni topeng ini saya sudah berhasil mematahkan paradigma tersebut."

Dengan sedikit bergurau Handoyo menyebutkan nilai nominal yang cukup fantastis dari hasil jerih payahnya menggeluti dunia pertopengan ini. Handoyo kemudian menyebutkan harga-harga yang dipasang untuk satu buah topeng hasil karyanya. 

Topeng yang berukuran besar dipatok harga kisaran 200- 300 ribuan. Tergantung model pesanan. Sedang yang berukuran kecil, semacam gantungan kunci atau souvenir, ia memberi harga mulai dari 50 ribu perbuah. 

Karya seni topeng Panji. Foto dokpri.
Karya seni topeng Panji. Foto dokpri.

Handoyo mengaku tidak pernah sepi dari job. Hampir setiap hari ia mendapat pesanan dari berbagai kalangan. Tidak jarang warga negara asing juga membeli topeng-topeng hasil karyanya.

Sayangnya, Handoyo sampai detik ini hanya dibantu oleh satu orang pekerja saja, yakni keponakannya sendiri---Bayu, yang bertugas mengukir bagian atas kepala topeng-topeng.

Bayu sedang mengukir kepala topeng. Foto dokpri.
Bayu sedang mengukir kepala topeng. Foto dokpri.
"Padahal saya sudah membuka kesempatan lebar-lebar untuk siapa saja, terutama para kaum muda di sekitar tempat tinggal saya untuk belajar membuat seni topeng malangan ini. Tapi, ya, begitulah, justru yang banyak datang untuk belajar mereka yang berasal dari luar kota," ujarnya dengan wajah agak murung.

Saya terdiam. Mendadak saya ikut merasa was-was. Akankah mata rantai kelak terputus hanya sampai pada sosok Handoyo? Jika sekiranya upaya menghidupkan seni budaya topeng malangan ini benar-benar tidak ada lagi generasi yang berminat melanjutkan?

Handoyo boleh jadi sudah berusaha memperkenalkan kesenian ini ke sekolah-sekolah menengah kejuruan atau lembaga-lembaga pelatihan di seluruh penjuru Kota Malang. Namun kembali lagi, seorang Handoyo tidak mungkin mampu berjuang sendirian tanpa adanya dukungan dan keikutsertaan dari pihak-pihak terkait yang berkompeten di bidangnya.

Ekspresi Unik dan Karakter Topeng Malangan Panji
Topeng malangan Kedung Monggo ini identik dengan sebutan topeng Panji. Bagi para penikmat sejarah tentu sudah tidak asing lagi dengan nama Panji, tokoh terkenal dalam sejarah kerajaan Kediri.

Yup. Panji Inu Kertapati alias Raden Panji Asmoro Bangun dalam catatan sejarah adalah putra mahkota dari kerajaan Jenggala. Kisah Panji Asmoro Bangun ini melegenda karena kisah percintaannya bersama Dewi Sekar Taji, putri dari kerajaan Kediri. Kisah asmara dua sejoli dari kerajaan yang sedang bermusuhan ini mampu menjadi inpirasi bagi para seniman Malang dan sekitarnya. Kisah tersebut kemudian diabadikan dalam bentuk karya seni berupa seni topeng dan juga sendra tari.

Pada pembuatan topeng Panji Kedung Monggo, dikenal sebanyak 74 karakter. Menurut Handoyo, karakter-karakter tersebut dibuat berdasarkan peran tokoh yang akan dimainkan. Ada karakter protagonis, antagonis dan tokoh jenaka.

Penulis di antara topeng-topeng. Foto dokpri
Penulis di antara topeng-topeng. Foto dokpri
Demikian pula dengan pewarnaannya. Setiap warna yang diulaskan pada wajah topeng menyiratkan simbol yang berbeda. Semisal warna putih sebagai simbol kesucian, warna hijau simbol keteduhan, biru dan hitam menenangkan, merah lambang keberanian dan kuning lambang kebijaksanaan.

Gelar Tari Topeng Malangan Sebagai Eksistensi Melestarikan Warisan Budaya Leluhur
Kita--saya dan Anda, sudah sepatutnya beracung jempol dan memberi apresiasi atas dedikasi para seniman semacam Handoyo ini. Karena di tangannya warisan nenek moyang tetap terjaga dan terus bertahan hidup.

"Pada hari-hari tertentu, kami rutin mementaskan tari topeng malangan ini. Dan insya Allah, pada tanggal 18 Agustus mendatang akan ada pagelaran sendratari topeng Panji di padepokan ini," Handoyo menyampaikan berita gembira dengan wajah sumringah.

Sanggar tari Asmoro Bangun. Foto dokpri diambil dari arsip padepokan.
Sanggar tari Asmoro Bangun. Foto dokpri diambil dari arsip padepokan.
Sebelum pamit, saya berjanji akan mengusahakan hadir untuk menikmati pagelaran tari spektakuler tersebut. Barangkali hanya itu yang bisa saya lakukan sebagai wujud penghargaan dan kekaguman saya atas perjuangan Handoyo---seorang anak bangsa yang gigih melestarikan warisan budaya leluhurnya.

Apakah Anda juga berminat ikut hadir dan duduk di barisan paling depan bersama saya?

***

Malang, 28 Juli 2019
Lilik Fatimah Azzahra

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun