Cuitan mantan Jubir BPN Prabowo-Sandi, Dahnil Anzar Simajuntak di twitter pribadinya, tidak saja menarik perhatian publik tapi juga menggelitik beberapa kalangan elit politik untuk ikut memberi tangggapan. Cuitan yang diunggah pada tanggal 04 Juli 2019 tersebut berbunyi sebagai berikut.
"Ini pandangan pribadi saya, bila narasi rekonsiliasi politik mau digunakan, agaknya yang paling tepat beri kesempatan kepada HABIB RIZIQ kembali ke Indonesia, stop upaya kriminalisasi, semuanya saling memaafkan. Kita bangun toleransi yang otentik, stop narasi2 stigmatisasi radikalis, dan lain-lain."
Kontan apa yang disampaikan oleh mantan Ketum PP Muhamadiyah tersebut menimbulkan beberapa reaksi, salah satunya dari politisi PDIP Zuhairi Misrawi atau biasa dipanggil dengan panggilan akrab Gus Mis.
Gus Mis melontarkan pendapatnya, bahwa terasa aneh jika dalam rekonsiliasi yang diwacanakan ada poin tentang sosok Habib Rizieq. Masih menurut Intelektual Muda NU ini, saat ini Habib Rizieq sudah tidak memiliki kasus hukum lagi di Indonesia. Hal tersebut diperkuat dengan surat pemberhentian penyidikan perkara (SP3) untuk dua kasus yang menjerat Habib Rizieq, yang diterbitkan pada bulan Juni 2018 lalu.
Seperti diketahui Habib Rizieq pernah dijerat kasus hukum atas dua perkara yakni dugaan penistaan Pancasila yang ditangani Polda Jawa Barat. Dan dugaan chat mesum antara Rizieq dengan Firza Husein yang ditangani Mabes Polri.
"Toh sekarang kan semuanya sudah tidak ada masalah. Habib Rizieq bisa kembali kapan saja," ujar Gus Mis usai menghadiri diskusi di kawasan Menteng, Jakarta, Sabtu (6/7/2019).
Gus Mis menambahkan, rekonsiliasi hendaknya dilakukan demi kepentingan bangsa dan negara, bukan kepentingan perorangan. Sesuai dengan tujuannya bahwa rekonsiliasi politik yang digagas merupakan suatu agenda untuk mempersatukan kembali masyarakat yang sempat terpecah belah menjadi dua kubu yang berseberangan dalam Pilpres 2019 lalu.
Diharapkan dengan media rekonsiliasi tidak ada lagi kubu-kubuan, yang ada adalah rakyat yang bersatu padu kembali untuk menuju Indonesia yang lebih baik, adil makmur, aman tentram dan semakin maju dalam menyongsong persaingan dunia.
Bukan hanya Gus Mis, Moeldoko, mantan Jubir TKN Jokowi-Ma'ruf juga ikut buka suara terkait dengan apa yang dicuitkan oleh Dahnil.
Senada dengan Gus Mis, Kepala Staf Kepresidenan (KSP) ini menegaskan, rekonsiliasi dilakukan untuk membicarakan masalah bangsa dan negara. Bukan perseorangan. Ia juga merasa sejatinya rekonsiliasi antara Prabowo dan Presiden Joko Widodo sudah terbangun. Pendukung keduanya di akar rumput juga telah memperbaiki hubungannya pascapilpres 2019.
"Menurut saya, hal yang sudah normal sebenarnya jadi tidak terlalu penting lah itu dibicarakan lagi. Kita bicaranya sekali lagi bicara negara, sepanjang itu hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan negara, national interest harus berpikir lebih panjang, jangan terjebak pemikiran pragmatis nanti menjadi mengganggu sistem negara ini," kata Moeldoko di Kantor Staf Kepresidenan, Jalan Veteran, Jakarta Pusat, Jumat, (5/7/2019) dikutip dari TEMPO.CO.
Sebelumnya Moeldoko juga pernah menyampaikan pendapatnya soal wacana rekonsiliasi ini usai kemenangan Jokowi dalam Pilpres 2019 baru lalu. Bahwa ia sempat mengkhawatirkan jika pada akhirnya rekonsiliasi hanya akan membahas negoisasi untuk kepentingan kelompok tertentu.
"Kita ini negara loh, seharusnya memikirkan negara, jangan kita terjebak antara satu elite ke elite, jangan terjebak satu kelompok ke kelompok," tegas mantan Panglima TNI yang menjabat tahun 2013 hingga tahun 2015 tersebut.
Rekonsiliasi Bersyarat
Barangkali wacana rekonsiliasi bersyarat yang dikemukakan oleh Dahnil Anzar Simanjuntak tersebut tidak terlepas dari janji-janji Capres 02 Prabowo Subianto yang pernah disampaikannya. jika sekiranya terpilih menjadi presiden maka ia akan memulangkan Habib Rizieq ke Indonesia. Berhubung Prabowo bukan presiden terpilih, maka Dahnil mencoba untuk 'menyelipkan' keinginan tersebut dalam usulannya.
Namun mencermati beberapa tenggapan dari kalangan elit politik di atas, bahwasanya kasus Habib Rizieq sudah diberhentikan, rasanya tidak ada alasan lagi bagi Imam Besar FPI tersebut untuk menunda-nunda kepulangannya ke Indonesia. Apalagi sampai minta dijemput segala.
Sekarang yang paling penting adalah niatan baik untuk segera mewujudkan rekonsiliasi. Tanpa syarat apapun. Kecuali terdorong oleh rasa persatuan dan kesatuan demi menjaga keutuhan NKRI yang kita cintai ini.
Selamat pagi. Salam Indonesia damai.
***
Malang, 07 Juli 2019
Lilik Fatimah Azzahra
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H