Alhamdulillah. Pagi-pagi membuka Kompasiana, menemukan tulisan cantik yang segar menggairahkan dari Young Lady cantik, Maurin yang berjudul: Dua Event Menulis, Ada Apa dengan Kompasianer?
Wah, saya sungguh tersanjung. Ada nama saya ditulis oleh penulis berbakat yang cerdas dan cantik itu di sana. Terima kasih, ya, Maurin. Tulisan yang sungguh menginspirasi. Mengingatkan saya pada Event yang saya adakan di pertengahan bulan Ramadan kemarin.
Saya menyimak dan membaca artikel tersebut dengan senyum-senyum. Maurin cantik bisa saja. Membandingkan dua Event yang kebetulan kami buat, antara saya dan Pak Dizzman---kompasianer kawakan yang sudah malang melintang di rumah K jauh lebih lama dari saya.
Jelas saya tidak sebanding jika dijajarkan dengan beliau, say, Maurin. Saya belum genap 4 tahun bergabung di sini. Sedang Pak Dizzman? Beliau sudah satu dasawarsa. Jam terbangnya jauh lebih tinggi. Pengalamannya dalam dunia menulis pun jauh lebih mumpuni.
Sedang saya? Hanya Emak-emak biasa yang kebetulan suka menulis. Itu saja.
Barangkali jika dibandingkan dengan Maurin yang cantik dan pintar pun saya bukan siapa-siapa. Kalau toh, ketika saya mengadakan Event bertajuk menuju 1000 karya mendapat respon yang baik dari para sahabat Kner, saya patut berucap syukur. Itu berkah yang tidak ternilai.
Di sini bukan karena saya the best in fiction lantas menjadi tolok ukur. Harap tahu saja, ya. Sebelum Event saya rajin menitip link di lapak teman-teman penulis fiksi. Saya tidak bosan-bosan mengajak mereka untuk terus bersemangat menulis.
Dan satu lagi, barangkali tema yang saya sodorkan juga tema yang sangat ringan. Tentang kehidupan perempuan.
Jadi ada banyak hal yang mempengaruhi keramaian sebuah Event. Bukan karena faktor popularitas atau apa. Saya tahu, para sahabat menghargai saya dengan ikut berpartisipasi menulis satu atau dua puisi untuk meramaikan rasa syukur saya. Saya paham pula, mereka mengikuti Event bukan karena ada pulsa yang akan saya kirimkan untuk 5 karya terpilih. Bukan karena itu. Â
Seperti kata Maurin, ia memilih ikut Event Pak Dizzman karena rasa kasih sayang. Bukan karena hadiahnya.
Saya kira teman-teman yang ikut di Event 1000 karya juga berpikiran sama seperti Maurin, bukan?Â
Teman-teman ikut meramaikan bukan karena kiriman pulsa yang 50 ribu itu. Saya yakin! 50 ribu mah, apa. Bukanlah sebuah nominal yang membanggakan. Tapi itu juga bukan berarti sebuah penghinaan. Tidak ada sepercik pun dalam hati saya untuk menghina karya-karya bagus teman-teman sesama penggiat literasi. Sungguh, karya-karya kalian tidak bisa dinilai dengan uang seberapa pun.
Kalau sekiranya ada yang merasa kurang berkenan dengan embel-embel ucapan terima kasih saya yang ala kadarnya itu, saya mohon maaf. Saya hanya ingin mewujudkan rasa syukur dengan sedikit mengirimkan pulsa yang tidak seberapa. Jangan dinilai nominalnya, ya. Melainkan rasa persahabatan di antara kita.
Saya menghargai karya teman-teman seperti teman-teman menghargai karya-karya saya. Mbak Efi benar. Dalam komentar di lapak Maurin, sebuah puisi tidak pantas dihargai hanya 50 ribu rupiah. Tapi sekali lagi bukan karena nilai nominalnya di sini, ya, Mbak. Tapi keguyuban kami. Interaksi kami yang terjalin hangat.
Kembali ke artikel Maurin. Terima kasih ya, cantik. Sudah mengangkat soal Event saya dan Pak Dizzman. Semoga ke depannya kalau saya atau Pak Dizzman atau sahabat Kner yang lain mengadakan Event, banyak yang ikut berpartisipasi. Banyak yang berkenan meramaikan. Saling mendukung. Saling menghargai.
Selamat siang. Artikel ini sekadar tanggapan saya atas artikel Maurin. Salam hangat dan terus berkarya untuk semua.
***
Malang, 11 Juni 2019
Lilik Fatimah Azzahra
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H