"Semua akan baik-baik saja," aku mengangkat kedua tanganku. Mencoba menenangkan Kanaya yang menggigil seperti orang kedinginan. Walau hatiku sendiri sebenarnya diliputi rasa khawatir, sebab ini adalah kali pertama aku bertindak sebagai pemandu wisata.
***
Aku kembali mendekati Pak Her untuk melihat sejauh mana masalah radiator tertangani. Jerigen air ukuran 5 liter, isinya juga sudah tinggal separuh.
"Kau sudah menghubungi petugas hutan terdekat, El? Kudengar Tuan dan Nyonya Lukman besok pagi-pagi sekali harus terbang ke Jakarta untuk menghadiri acara Kompasianival," Pak Her berkata tanpa menatapku. Aku mengangguk. Seraya melirik bawah badan bus yang basah terguyur air.
***
Keributan kecil kembali terdengar. Kali ini berasal dari Tuan Lukman dan Nyonya Prita, istrinya..
"Inhaler, Ma! Papa lupa memasukkannya ke dalam ransel. Di sini hanya ada obat nyamuk!" Tuan Lukman berseru panik. "Seharusnya Kevin tidak ikut tour ini. Ia tidak boleh kelelahan. Asmanya sewaktu-waktu bisa kambuh."
"Tapi dia sangat menikmati wisata ini, Pa. Iya, kan Kevin?" Nyonya Prita mengelus lembut kepala Kevin. Bocah itu mengangguk.
"Pakailah inhaler milikku ini, Son," lagi-lagi Mister Fred mengulurkan benda kecil yang dibutuhkan oleh Kevin.
Sejenak keributan mereda.
"Oooh, my stomach!"Â mendadak Mister Fred memegangi perut buncitnya. Bunyi gemeluduk disertai bau gas yang menyengat membuat kami paham apa yang diinginkan oleh pria asing itu.Â