Bagi Bill, menikahi Lily merupakan keputusan yang amat tepat. Lily tidak saja teliti dalam segala hal, tapi lebih dari itu. Lily juga sangat cerewet. Dan Bill butuh sosok seperti itu.Â
Bill sendiri sadar. Ia termasuk orang yang ceroboh. Tidak disiplin. Pelupa. Juga sedikit jorok. Kehadiran Lily dalam kehidupannya benar-benar amat sangat berarti.
Awal-awal di usia pernikahan mereka, kebahagiaan selalu terpancar dari wajah Bill. Pria yang bekerja sebagai konsultan perkebunan itu kerap bercerita panjang lebar tentang Lily, istrinya yang cerewet namun berhati baik kepada teman-temannya saat mereka istirahat makan siang. Bill juga tidak segan menirukan bagaimana Lily mengomelinya setiap pagi karena ia selalu alpa meletakkan sikat gigi pada tempatnya.
"Ini sikat gigi yang kedua puluh satu, Bill. Dan kau masih melakukan kecerobohan yang sama. Tidak meletakkan sikat gigi pada tempatnya semula!" dengan bibir memberengut Lily menyodorkan sebuah sikat gigi baru ke arah suaminya.
"Maafkan aku honey, aku memang benar-benar lupa," Bill menatap wajah istrinya dengan pandang mata tak bersalah. Dan Lily harus memaklumi itu.
Sekarang pernikahan mereka sudah memasuki tahun kedua. Tapi baik Bill maupun Lily masih belum juga berubah. Dua-duanya tetap pada karakter masing-masing. Bill masih seorang suami pelupa dan Lily tetap seorang istri yang cerewet.
Rupanya Lily-lah akhirnya yang harus menyerah. Perempuan itu mulai merasa jenuh. Ia lelah mesti mengomel setiap hari. Mengingatkan dan menyiapkan ini itu untuk Bill yang sepertinya tidak mungkin bisa berubah.
Lalu Lily sempat berpikir. Andai Marlyn lewat, ia ingin penyihir itu mengubah Bill menjadi apa saja. Boleh menyihirnya menjadi seekor kecebong atau kampret. Yang penting jangan Bill yang sekarang, Bill yang--benar-benar amat pelupa.Â
Lily tidak sadar. Saat ia membatin seperti itu, Marlyn sedang berkeliling-keliling di sekitar rumahnya. Dan penyihir itu melihat Lily tengah melamun. Marlyn pun segera tanggap.
Maka sore itu ketika Bill pulang dari kerja, Marlyn bergegas mencegatnya.
"Bill. Kukira aku harus menyihirmu menjadi..." Marlyn tidak melanjutkan kalimatnya. Ia menatap wajah pria di hadapannya itu dengan seksama. Berpikir sejenak. Kira-kira sihir apa yang cocok untuk dikutukkan terhadap diri Bill.
Sementara Bill, yang berjalan tergesa-gesa, secara tidak sengaja kakinya terantuk sebuah batu. Karena sore itu Bill sedang membayangkan Lily memasak ikan Salmon bumbu mentega kesukaannya, spontan pria itu berseru,"Ups! Demi ikan Salmon!"
Seruan itu diikuti oleh Marlyn.Â
"Yup! Ikan Salmon!"
Seketika tubuh Bill mengerut. Kaki dan tangannya menghilang. Berganti ekor dan sirip di bagian bokong dan dadanya.
Bill menggelepar-gelepar di atas tanah.
Marlyn segera memungut Bill dengan satu tangan. Membawa pria yang sudah berubah menjadi ikan Salmon itu menuju rumah Lily.
Kebetulan saat itu Lily sedang berada di dapur. Ia terkejut ketika melihat kelebat Marlyn dengan jubah hitam dan topi kerucutnya. Dan semakin terkejut ketika didapatinya seekor ikan Salmon berkecipak di dalam akuarium yang semula kosong, yang terletak tidak jauh dari meja makan.
"Semoga ikan itu bukan dirimu, Bill," Lily mendesah. "Sebab kalau itu benar-benar dirimu, aku tidak bisa membayangkan, kau akan lupa bagaimana caranya berenang!" Lily terkikik.Â
Lily lantas melanjutkan pekerjaannya. Memasak sup merah kesukaan Bill. Sembari sesekali matanya melirik ke arah ikan Salmon yang masih berkecipak-kecipak tiada henti di dalam akuarium.
Usai menata makanan di atas meja, kembali Lily menatap ke arah ikan Salmon. Mendadak ia terperanjat. Ia seperti melihat sesuatu.
Didekatinya ikan Salmon yang mulutnya tidak berhenti megap-megap.
Mata Lily tertuju pada bibir mungil ikan itu.
Ah! Lily hafal benar. Itu bibir suaminya! Bill!
Dan ketika dilihatnya tubuh ikan Salmon itu tidak lagi mengambang di dalam air, melainkan tenggelam ke dasar akuarium, Lily tidak bisa menguasai perasaannya lagi. Serta merta tangannya masuk ke dalam air dan mengangkat tubuh ikan yang menggelepar-gelepar kehabisan oksigen.
"Bill! Bill! Kau tidak boleh mati!"
Lily berteriak panik. Sembari memegang tubuh ikan Salmon itu, mata Lily memandang ke luar jendela. Berharap melihat Marlyn masih berkeliling-keliling di sekitar rumahnya.
"Kau masih belum memasak ikan Salmon itu, honey?" tiba-tiba sebuah suara mengagetkannya.Â
Bill. Suaminya itu sudah berdiri di sampingnya.
Lily buru-buru melempar ikan Salmon di tangannya ke dalam panci kecil. Lalu memeluk Bill erat-erat.
"Ada apa ini?" Bill bertanya bingung. Lily nyaris menangis. Bertubi perempuan itu menghujani pipi suaminya dengan ciuman.
Ya, Lily merasa lega. Bill ternyata tidak berubah menjadi ikan Salmon seperti yang ada di dalam pikirannya.
"Kau tidak ingin mengatakan sesuatu padaku, honey? Mm--maksudku, menceritakan apa sebenarnya yang sudah terjadi," Bill masih menatap bingung wajah istrinya.
"Bill. Aku hanya ingin mengatakan satu hal padamu. Aku sangat mencintaimu..." Lily mempererat pelukannya.
"Oh, honey. Maafkan aku. Aku hampir lupa mengatakan ini. Beberapa jam lalu aku bertemu Marlyn. Ia menyihirku menjadi seekor ikan. Tapi kukira Marlyn lebih ceroboh dari aku. Ia lupa mengucapkan mantra untuk melenyapkan kutukan ini dari tubuhku..." Bill meraba bagian belakang celananya.
Ekor ikan Salmon!
Dan Lily pun lemas. Tak bisa berkata-kata.
***
Malang, 15 November 2018
Lilik Fatimah Azzahra
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H