Pagi-pagi sekali, bisa jadi belum mandi, dengan tawa khasnya yang lebar dia menyampaikan ide 'buruk'nya. Yakni ingin membuat kerusuhan di rumah besar Kompasiana.
Tentu saja saya mengamini. Sebab saya tahu, 'rusuh' di sini bukan rusuh dalam arti sebenarnya, melainkan sebuah keinginan yang tidak benar-benar buruk. Keinginan untuk menggeliatkan kembali kanal fiksiana yang sudah lama tertidur.
Sepanjang tahun ini memang kanal fiksiana terasa hampa. Para penggiat sastra hanya memposting dan memposting karya mereka tanpa greget. Hal ini tentu tidak luput dari penerawangan kami (meminjam istilah si gelandangan virtual keren itu) bahwa kanal fiksiana perlu dirusuhi sesaat. Cukup dua hari saja. Sabtu dan Minggu.
Demikian kesepakatan.
Deal.
Seperti biasa. Dia mulai bergerilya. Menghubungi rekan-rekan dan sahabat fiksianer baik senior maupun newbie. Itu memang keahlian dia.Â
Lalu diumumkanlah secara resmi Event Fiksi Cemburu di Bulan November sebagai ajang menyongsong datangnya musim hujan. Musim di mana menyimpan banyak kenangan. Tidak hanya rindu, tapi juga cemburu.
Dan cemburu yang ditawarkan kali ini adalah cemburu yang tidak terikat. Cemburu yang merdeka. Peserta bebas mencemburui siapa saja dan melampiaskannya dalam bentuk karya fiksi yang bervariasi.
Di hari pertama pelaksanaan-- yang konon dalam event ini tidak disediakan hadiah kecuali ucapan terima kasih dan persahabatan hangat nan tulus, peserta yang terjaring belum terlalu banyak. Sepertinya para kompasianer belum menyadari adanya kerusuhan. Sebab hanya satu dua fiksianer yang memposting karya mereka.Â
Barulah di hari kedua, Minggu, percik-percik api kerusuhan mulai berkobar. Bahkan ada yang ganas melempar cemburu secara bertubi-tubi. Seperti Mbah Ukik--sosok misterius penunggu Gunung Bromo dan Tuan Mim Yudiarto--sang pelukis kata-kata, keduanya membombardir kanal fiksiana dengan tiga sampai empat fiksi cemburu.
Ah, cemburu. Apa sih yang istimewa darimu? Hingga seorang yang cool, jarang menulis seperti Pak Suyono Apol,jenggirat terbangun meraih pena lalu memposting cemburu versi beliau. Entah siapa yang digambarkam dalam kisah Sherlick Holmah itu. Saya sebenarnya penasaran. Tapi saya malu untuk menanyakannya.
Lagi-lagi cemburu memang pandai membuat ulah. Seorang penulis bola handal--Mas Hedro Santoso (saya memanggil beliau Mas karena sosok senior ini mengingatkan saya kepada Kakak laki-laki saya) sampai merelakan menyelingi artikel bolanya demi ikut meramaikan event fiksi cemburu ini. Tentu saja ini sesuatu yang amat langka dan patut diberi apresiasi.
Barangkali untuk sehari ini (Minggu) cemburu boleh termanjakan. Duduk manis di Nilai Tertinggi dengan senyum angkuhnya. Menggeser sejenak perbincangan politik. Toh hanya sebentar. Saya kira pakar politik seperti Mas Yon Bayu dan Mas Susy Haryawan tidak akan merasa keberatan apalagi sampai kebakaran jenggot.
Kerusuhan yang diinginkan sudah terjadi! Jelas dan nyata. Hai ini membuktikan bahwa fiksianer merindukan tidak sekadar suka ria bermain kata-kata, namun lebih dari itu. Mereka merindukan persahabatan yang terjalin hangat dan mesra di rumah besar milik bersama. Kompasiana.Â
Bukankah persahabata itu lebih indah ketimbang beternak iri dan dengki?
Malam baru saja bergulir. Kembali dia tertawa lebar. Menghubungi saya yang baru saja hendak merebahkan badan yang letih karena seharian berada di jalanan.
Saya sebenarnya mengantuk sekali. Tapi saya tidak ingin dia cemburu terhadap kedua bola mata saya. Lalu membuatnya ingin mencongkel dan memasak kedua bola mata saya yang sangat berharga ini menjadi sup.Â
Oh, tidak! Mending saya memilih menemaninya mengobrol hingga dia menghilang dengan sendirinya.Â
Satu jam kemudian lamat-lamat tawanya yang lebar pergi menjauh. Saya pun bergegas. Ingin melanjutkan tidur saya yang tertunda. Â
***
Malang, 05 November 2018
Lilik Fatimah Azzahra
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H