Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Sebelum dan Sesudah Bercerai

20 Oktober 2018   17:36 Diperbarui: 20 Oktober 2018   17:40 831
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sore tadi aku menerima sepucuk surat panjang dari Anne  yang tinggal di kota lain.

Begini isi surat itu. 

--------

Dear Marry,

Kau pasti tidak percaya. Jika perceraian adalah sebuah pengalaman yang pahit, unik, sekaligus konyol.

Aku berani berkata demikian karena aku pernah mengalaminya sendiri. Dan tentu saja setiap orang memiliki sudut pandang serta cara yang berbeda dalam menyikapi masalah ini.

Ini pendapatku, versiku. Jadi, kuharap kau tidak salah persepsi sekiranya ada hal-hal yang kurang sreg di hatimu.

Kuawali saja kisah sebelum terjadinya perceraian antara aku dan Bob, suamiku.

Jujur, aku tidak pernah berpikir seujung kuku pun untuk mengakhiri pernikahan kami. Kami sepakat menikah karena memang pada dasarnya kami saling mencintai. Dan kami yakin bahwa cinta memiliki kekuatan yang amat luar biasa. Yang akan mampu bertindak sebagai tameng saat badai sewaktu-waktu menerpa kehidupan rumah tangga kami. 

Kami sama sekali tidak meragukan hal itu. 

Tapi ternyata kami keliru.

Ketika mengetahui Bob pindah ke lain hati--entah ini kekhilafan atau kesengajaan, rasa cintaku padanya ikut luntur. Begitu tiba-tiba. Aku yang semula yakin bahwa cinta memiliki kekuatan super, mendadak berubah pesimis.

Parahnya lagi aku menjadi sosok pembenci. Tidak saja terhadap Bob, yang selama bertahun-tahun tidur satu ranjang denganku, tapi juga membenci diriku sendiri.

Aku tidak tahu apakah Bob juga berpikiran yang sama denganku. Nyatanya, sejak terbukanya aib itu---aku menganggapnya demikian, kami jadi jarang berkomunikasi. Jika terjadi percakapan, suasana panas tak bisa dihindari. Tak satupun di antara kami yang sudi mengalah. Anehnya, kami sadar. Sesadar-sadarnya, bahwa yang kami lakukan adalah hal yang amat bodoh dan konyol.

Tapi semua terus berlanjut. Sampai akhirnya kami jatuh pada satu keputusan. Berpisah.

Aku sempat kecewa. Kukira Bob akan berjuang mati-matian mempertahankan rumah tangga kami. Setidaknya, lebih memilihku dan melupakan kenakalannya. Tapi ternyata tidak. Bob memutuskan pergi dari rumah. Meninggalkan aku sendiri. Tanpa peduli.

Aku tidak sedang membicarakan orang lain. Ini tentang diriku sendiri yang merasa gagal dalam mempertahankan cinta.

Jelang menghadapi proses perceraian, itu hal tersulit yang harus kuhadapi. Kondisiku jauh lebih buruk dari sebelumnya. Aku lebih suka mengurung diri di dalam kamar. Jarang berinteraksi dengan orang-orang di sekitarku. Tak lagi suka melihat ke luar jendela. Kau tahu kenapa? Aku takut, saat membuka jendela, tiba-tiba melihat sosok Bob di luar sana. Sedang memunggungiku. Lalu ia menoleh, dan aku menangis karenanya.

Sungguh. Aku melalui hari-hari yang amat berat dan konyol. Aku melihat seolah semua orang pandangannya tertuju padaku. Telunjuk jari mereka mengarah ke dadaku. Bibir mereka---dalam pikiranku, mencibir sinis, menyalahkanku.

Aku merasa sendiri, terkucil dan kesepian.

Keadaan seperti ini mencapai puncaknya saat hari itu tiba. Di mana aku dan Bob benar-benar dinyatakan secara resmi harus saling melepaskan. Dan kami berdua sepakat bahwa cinta sudah benar-benar menghilang dari hati kami. Tak bersisa.

Inilah yang kumaksud dengan kekonyolan itu, Marry. Sebegitu gampangnya kami, dua orang yang semula menyatakan diri saling jatuh cinta, sehidup semati, tiba-tiba berubah seratus delapan puluh derajat. Menjelma menjadi dua orang yang saling membenci.

Sekarang, aku akan bercerita kekonyolan lain yang tidak kalah serunya pasca kami bercerai.

Butuh waktu untuk bisa move on kembali. Itu lumrah. Yang tidak lumrah adalah cara pandang terhadap kehidupan ini mulai banyak berubah. Aku jadi pribadi yang skeptis. Mudah baper. Merasa paling menderita di dunia. Dan yang amat parah adalah, aku semakin membenci diriku sendiri.

Untunglah seiring berjalannya waktu semua normal kembali. Baik-baik saja. Saat membuka jendela di pagi hari, aku melihat matahari masih bersinar hangat. Dunia masih bulat. Langit tidak runtuh. Perut masih bisa bernyanyi saat merasa lapar. Dan---ini yang paling penting. Cinta itu, yang kukira sudah hilang, ternyata masih ada.

Sekarang aku ingin bertanya padamu, Marry. Benarkah berita angin itu, bahwa kau akan segera mengakhiri pernikahanmu bersama Bob? 

Jika benar. Pikirkan baik-baik, Marry. Sebelum kau mengalami hal-hal yang lebih konyol dari yang kualami.

dari  aku,

Anne

***

Malang, 20 Oktober 2018

Lilik Fatimah Azzahra

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun