Ya. Tetaplah kita seperti ini. Seperti angin barat dan angin timur. Seperti matahari dan curah hujan. Agar ada perjuangan yang bukan sekadarnya. Saat kita ingin bersua dalam perjamuan makan malam yang istimewa.
Tetaplah kita seperti ini. Seperti secangkir kopi yang siap diseduh. Tak perlu terlalu banyak gula. Sedikit saja sudah cukup. Sebab jika terlalu manis, aku khawatir, lidah kita menjadi kebas. Hingga tak lagi peka terhadap pahit getirnya keadaan yang melibas.
Tetaplah engkau seperti ini. Menjadi pejuang tangguh yang pantang menyerah. Yang melesak jauh ke perut bumi. Atau mengawang tinggi di angkasa. Hanya demi untuk menunjukkan. Bahwa nyali dan keinginan nyatanya bisa dipertemukan. Dalam sajian makan malam yang istimewa. Bernama kudapan cinta. Yang sebenar-benar cinta.
Sementara aku. Biarlah aku tetap seperti ini. Menjadi diriku sendiri. Yang memilih duduk manis di kursi utama. Menikmati ragam opera di kepala. Yang sutradara dan pemainnya adalah bayangan. Skenarionya adalah impian. Sampai kelak tiba masa itu. Di mana engkau datang. Entah sebagai ksatria tak berkuda. Ataukah hanya sebagai penonton yang sekadar melintas saja. Â Â
***
Malang, 11 Oktober 2018
Lilik Fatimah Azzahra
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H